Bisnis.com, JAKARTA - Inilah Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang membolehkan dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) yang mengendap untuk kemaslahatan yang produktif.
Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), Asrorun Niam Sholeh, mengatakan MUI telah melakukan pembahasan masalah mengenai hal tersebut dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV di Cipasung Jawa Barat pada 2012.
“Kebetulan saya yang memimpin sidang pleno penetapannya waktu itu, bersama Kyai Ma'ruf Amin," katanya dalam situs resmi Kemenag, Senin (31/7/2017).
Dia menjelaskan Forum Ijtima Ulama itu menghasilkan sejumlah keputusan yaitu:
Pertama, dana setoran haji yang ditampung dalam rekening Menteri Agama yang pendaftarnya termasuk daftar tunggu (waiting list) secara syari adalah milik pendaftar (calon haji).
Oleh sebab itu, apabila yang bersangkutan meninggal atau ada halangan syar’i yang membuat calon haji tersebut gagal berangkat, maka dana setoran haji wajib dikembalikan kepada calon haji atau ahli warisnya.
Baca Juga
Kedua, dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama, boleh ditasharrufkan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.
Ketiga, hasil penempatan atau investasi tersebut merupakan milik calon haji yang termasuk dalam daftar tunggu (antara lain sebagai penambah dana simpanan calon haji atau pengurang biaya haji yang riil/nyata).
Sebagai pengelola dana BPIH, lanjutnya, pemerintah (Kementerian Agama) berhak mendapatkan imbalan yang wajar dan tidak berlebihan.
Keempat, dana BPIH milik calon haji yang masuk daftar tunggu, tidak boleh digunakan untuk keperluan apapun kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.
Asrorun menegaskan secara prinsip dana haji yang mengendap bisa diinvestasikan untuk kepentingan kemaslahatan. "Akan tetapi harus dipastikan dilakukan sesuai ketentuan syari'ah dan manfaatnya kembali kepada jamaah," tegas.