Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

NU Jatim: Dimas Kanjeng Bukan Penyebar Ajaran Sesat tapi...

Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Probolinggo, yakni Taat Pribadi, bukan menyebarkan ajaran sesat, karena dia tidak alim (ahli agama), namun dia menipu dengan menyalahgunakan agama.
Dimas Kanjeng alias Taat Pribadi/Youtube
Dimas Kanjeng alias Taat Pribadi/Youtube

Kabar24.com, SURABAYA - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menilai pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Probolinggo, yakni Taat Pribadi, bukan menyebarkan ajaran sesat, karena dia tidak "alim" (ahli agama), namun dia menipu dengan menyalahgunakan agama.

"Dia bukan kiai, karena dia tidak pernah mengadakan kegiatan keagamaan, bahkan kalau ada kegiatan agama pun mengundang ulama dari luar untuk ceramah," kata Katib Syuriah PWNU Jatim KH Syafrudin Syarif di sela pertemuan Lembaga Takmir Masjid (LTM) NU dan Ketua Takmir Masjid se-Jatim di Surabaya, Sabtu (1/10/2016).

Didampingi Ketua LTM NU Jatim HM Fuad Anwar, dia menjelaskan Taat Pribadi merupakan penipu yang menggunakan agama untuk meyakinkan masyarakat saja, bahkan penggandaan uang yang digembor-gemborkan selama ini juga hanya trik penipuan saja.

"Istilahnya itu, dia menggunakan semacam gendam. Dia bilang punya shalawat fulus untuk mendatangkan uang, padahal shalawat yang dia pakai itu Shalawat Nariyah yang disalahgunakan untuk mendapat istidraj ('hukuman' berbentuk kenikmatan, sehingga merasa senang terus)," katanya.

Dalam praktiknya, Taat Pribadi menggunakan air yang membuat orang menjadi tidak sadar dan bisa diperintah melakukan apa saja, termasuk menyetor uang dalam jumlah tertentu untuk digandakan, padahal dia tidak bisa menggandakan uang.

"Bahkan, pengaruh gendam itu membuat orang mau menunggu di padepokannya, jadi orang-orang yang ada di Padepokan Dimas Kanjeng itu bukan santri, tapi orang-orang yang menunggu uangnya berhasil dilipatgandakan," katanya.

Dia mencontohkan ada korban bernama Ahmad dari Jawa Barat yang menyetor Rp30 juta dengan menjual tanah miliknya karena janji bahwa uangnya akan berlipat-lipat menjadi Rp100 juta dalam lima bulan. Namun, dia menunggu di padepokan itu hingga setahun lebih dan uangnya tidak kembali.

"Saya yakin orang itu dibawah pengaruh gendam, bahkan cendekiawan seperti Marwah Daud itu mungkin saja juga kena pengaruh gendamnya. Semua itu terjadi karena pengaruh kapitalisme yang serba pragmatis atau instan, sehingga masyarakat mudah tertipu," katanya.

Oleh karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk kembali kepada ajaran agama yang benar dengan mengikuti para ulama yang mengajarkan ikhtiar (kerja keras) dan doa. "Taat Pribadi itu bukan ulama, karena itu kalau diikuti akan tertipu," katanya.

Ditanya langkah PWNU Jatim untuk menyelamatkan masyarakat, ia menyebut tiga langkah yakni bekerja sama dengan polisi, MUI, dan Pemkab Probolinggo untuk melakukan rehabilitasi masyarakat. "Gendam itu bisa ditaklukkan dengan doa-doa sesuai tingkatan gendamnya," katanya.

Langkah lain adalah mendesak aparat penegak hukum untuk menutup padepokan itu dan mengusut tuntas Taat Pribadi bersama para centengnya agar tidak banyak korban. "Padepokan itu bisa dikembalikan pada masyarakat untuk dijadikan pesantren," katanya.

Terkait langkah rehabilitasi korban itu, pihaknya sudah melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum dan aparat Pemkab Probolinggo. "Sabtu (1/10) ini ada pertemuan PCNU Probolinggo dengan polisi, pemkab, dan MUI soal itu," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper