Bisnis.com, PADANG - Kinerja ekspor Sumatra Barat sepanjang tahun lalu mengalami penurunan signifikan hingga 16,98% menyusul anjloknya harga komoditas sawit dan karet yang menjadi produk ekspor utama daerah itu.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar Yomin Tofri mengatakan pelemahan ekonomi akibat tekanan global yang menyebabkan rendahnya harga komoditas sawit dan karet di pasar ekspor membuat kinerja perdagangan daerah itu terkoreksi.
Ekspor Sumbar sepanjang 2015 hanya senilai US$1,74 miliar atau turun 16,98% dari periode yang sama tahun sebelumnya.
“Periode Januari – Desember hanya tercatat US$1,74 miliar turun 16,98%. Untuk periode Desember turun 6,55% dari November,” katanya, Jumat (15/1/2016).
Data BPS tersebut mencatatkan ekspor Sumbar yang semuanya merupakan produk nonmigas per Desember 2015 hanya US$118,7 juta atau turun sebesar 6,55% dari ekspor bulan November sebesar US$127 juta.
Ekspor bulan itu juga turun 17,74% dibandingkan periode Desember tahun sebelumnya yang mencapai US$144 juta.
Yomin menyebutkan dua komoditas prioritas unggulan daerah itu, sawit dan karet yang kontribusinya masing-masing 63,76% dan 19,26% terhadap keseluruhan ekspor Sumbar mengalami penurunan signifikan.
Komoditas sawit atau cruid palm oil/CPO misalnya turun 22,14% tahun lalu menjadi US$1,11 miliar dari periode yang sama tahun sebelumnya US$1,43 miliar. Sedangkan karet turun 21,42% dari US$428 juta menjadi US$336 juta.
Buruknya kinerja ekspor ikut menghambat laju pertumbuhan ekonomi daerah itu yang hanya di kisaran 4,9% tahun lalu.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumbar Puji Atmoko meminta pemerintah setempat mendorong peningkatan investasi dan diversifikasi produk ekspor, sehingga komoditas unggulan memiliki nilai tambah dan mendongkrak kinerja ekspor.
“Untuk jangka panjang harus dibangun pabrik-pabrik pengolahan, agar mengurangi ketergantungan ekspor produk mentah,” katanya.
Menurutnya, komoditas sawit dan karet sangat tergantung kebijakan pasar. Ketika permintaan melemah dan harga di pasaran turun, yang merasakan dampak penurunan harga komoditas itu adalah masyarakat petani.
Makanya, kata Puji, pabrik pengolahan dibutuhkan untuk meningkatkan nilai tambah produk, sehingga harga tidak terlalu dipengaruhi pelemahan pasar.