Bisnis.com, CIREBON - Anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia, Selly Andriani Gantina menyoroti pentingnya evaluasi terhadap biro perjalanan atau travel penyelenggara perjalanan umrah (PPU) yang memberangkatkan jamaah.
Hal ini dilakukan pascakecelakaan tragis terjadi di jalan lintas Madinah-Mekkah pada Kamis (20/3/2025) yang menimpa rombongan jamaah umrah asal Indonesia. Insiden tersebut menewaskan beberapa jamaah dan melukai puluhan lainnya.
"Berdasarkan informasi yang kami peroleh, travel yang memberangkatkan korban kecelakaan ini tidak memberikan perlindungan yang memadai. Padahal, seharusnya setiap penyelenggara perjalanan, termasuk PPU, wajib melindungi jamaah dengan asuransi," kata Selly, Selasa (25/3/2025).
Selly menyayangkan hingga saat ini masih ada travel yang mengabaikan aspek perlindungan jamaah.
"Jika terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan ini, negara wajib hadir untuk melindungi warganya. Sayangnya, sistem perlindungan ini belum berjalan secara optimal," katanya menambahkan.
Ia juga meminta Kementerian Agama untuk lebih tegas dalam melakukan pengawasan terhadap travel-travel yang tidak memenuhi standar perlindungan jamaah.
Baca Juga
Selain masalah travel, Selly juga menyoroti fenomena semakin maraknya jamaah umrah yang berangkat secara mandiri atau dengan sistem backpacker. Hal ini semakin meningkat setelah Pemerintah Arab Saudi memberikan kemudahan dalam pengurusan visa umrah.
"Kondisi ini berisiko karena mereka tidak memiliki perlindungan yang jelas. Jamaah yang berangkat secara mandiri tidak terkoordinasi dengan Kementerian Agama, sehingga jika terjadi sesuatu, mereka tidak memiliki perlindungan hukum maupun asuransi," jelasnya.
Dia mengingatkan banyak kasus penipuan umrah yang menimpa jamaah akibat kelalaian dalam memilih penyelenggara perjalanan.
Menurut Selly, pemerintah perlu mencari solusi untuk mengatasi tren umrah mandiri ini agar tetap ada mekanisme perlindungan bagi jamaah.
DPR RI saat ini tengah membahas perubahan terhadap Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Selly menjelaskan bahwa regulasi yang lebih ketat sangat dibutuhkan untuk mengawasi penyelenggaraan umrah dengan lebih baik.
"Saat ini, badan resmi hanya mengurus ibadah haji. Ke depan, kami menilai perluasan tugas BPH agar juga mengawasi umrah, sehingga Kementerian Agama bisa lebih fokus pada aspek keagamaan," katanya.
Menurutnya, pengawasan yang lebih ketat akan membantu meminimalkan risiko yang dihadapi jamaah umrah, baik yang berangkat melalui travel resmi maupun secara mandiri.
Selly berharap kejadian ini menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem perlindungan jamaah umrah dan haji. "Kami ingin memastikan bahwa jamaah umrah tidak lagi mengalami kesulitan saat menghadapi musibah seperti ini," tegasnya.
Ia juga meminta agar Kementerian Agama berkoordinasi lebih erat dengan otoritas Arab Saudi untuk memastikan jamaah asal Indonesia mendapatkan perlindungan dan pelayanan yang lebih baik.
"Kita tidak ingin ada kejadian serupa terulang di masa depan. Keselamatan jamaah harus menjadi prioritas utama," tutupnya.