Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonomi sedang tidak pasti. Sektor riil, khususnya padat karya, nyaris tidak bergerak. IHSG jeblok. Saham perbankan terkoreksi. Isu rush money di bank negara terdengar di mana-mana. Publik juga sedang menunggu gebrakan Danantara.
Danantara adalah sebuah proyek prestisius sekaligus ambisius. Ide dan namanya berasal dari Presiden Prabowo Subianto. Ia ingin mewujudkan pemikiran ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo. Soemitro dikenal sebagai begawan ekonomi sekaligus politisi Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang namanya malang melintang sejak era Orde Lama hingga Orde Baru.
Prabowo pernah sesumbar kalau Danantara akan menjadi Sovereign Wealth Fund alias SWF terbesar di dunia. Ia juga cukup yakin, Danantara akan menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Apalagi, ribuan triliun harta milik negara dipertaruhkan di lembaga baru itu.
Kalau berhasil, Danantara minimal bisa seperti Temasek. Bisa mengubah struktur ekonomi yang masih gandrung dengan komoditas. Kalau gagal total, sudah pasti akan menjadi skandal seperti 1MDB Malaysia. Bahkan lebih besar. Pilihannya cuma 2 itu. Tidak lebih, tidak kurang.
Namun publik juga harus fair. Usia Danantara baru seumur jagung. Belum genap sebulan. Masih berproses. Jangan langsung membandingkannya dengan Temasek. Tidak apple to apple. Butuh waktu untuk seperti Temasek.
Temasek, pernah berujar kepada delegasi DPR RI yang study banding, perlu waktu 50 tahun untuk seperti saat ini. Waktu yang cukup lama. Tidak sekejap mata. Kelebihannya, mereka sudah mulai duluan. Sedangkan Indonesia, baru saja dimulai, ketika negara akan menginjak usia 80 tahun.
Baca Juga
Tetapi publik, khususnya pelaku pasar, kadung menaruh harapan besar. Mereka ingin Danantara menjadi katalis positif. Pendongkrak ekonomi. Paling tidak, Danantara tidak menambah beban buat perekonomian negara. Apalagi saat ini, kondisi ekonomi sedang tidak baik-baik saja. Sentimen pasar masih negatif. Kinerja saham di pasar modal masih tertatih-tatih.
Presiden Prabowo Subianto dan elite Danantara sudah sepatutnya segera melakukan langkah strategis. Minimal struktur definitif-nya segera diumumkan agar publik tidak menebak-nebak. Pasar tidak lagi menerka-nerka supaya dengan cepat beradaptasi dengan situasi yang mungkin terjadi.
Selain itu, Danantara juga harus melakukan roadshow, berbicara kepada pelaku pasar mengenai rencana-rencana bisnisnya kelak. Mau diapakan aset yang nilainya mencapai Rp14.000 triliun? Mau diapakan, dividen BUMN yang nilainya puluhan triliun? Bagaimana skema investasi Danantara ke 20 proyek-proyek prioritas?
Banyak pertanyaan soal Danantara. Pasar jelas butuh penjelasan, karena nilai yang dipertaruhkan negara lewat Danantara cukup besar. Ada aset, dividen, penyertaan modal negara, hingga dana publik di BUMN, yang kini masuk dalam pengelolaan Danantara. Transparansi juga sangat dibutuhkan untuk memastikan pengelolaan aset ribuan triliun itu sesuai dengan prinsip good corporate governance.
Prinsip transparansi itu sejalan dengan keinginan Presiden Prabowo untuk memastikan semua aset yang dikelola Danantara bisa dipertanggungjawabkan ke publik. "Saya minta pengawasan penilaian resiko sangat berlapis-lapis."
Syukur, setelah pengumuman struktur dan tetek bengeknya itu, pasar kembali tenang. Kepercayaan mereka kembali pulih. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali hijau ke atas batas psikologis di level 7.000. Itu kalau terjadi.