Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Prabowo Kencangkan Ikat Pinggang: ASN Terimbas hingga Gaduh LPG Bersubsidi

Gaduh gas LPG 3 Kg hingga operasional ASN terimbas kebijakan efisiensi anggaran Prabowo.
Akbar Evandio, Annisa Nurul Amara
Rabu, 5 Februari 2025 | 11:37
Presiden RI Prabowo Subianto. Dok Setpres RI
Presiden RI Prabowo Subianto. Dok Setpres RI

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo Subianto mulai mengencangkan ikat pinggang. Dia memangkas anggaran yang tidak perlu mengalihkannya untuk program prioritas dan sektor-sektor produktif lainnya, seperti swasembada pangan.

Namun demikian, upaya Prabowo untuk melakukan efisiensi itu memicu polemik. Banyak terjadi kegaduhan. Aparatur Sipil Negara (ASN) yang selama ini bisa rapat di hotel, kunjungan kerja ke dalam dan luar negeri, hingga dapat jatah BBM, tidak lagi memperoleh fasilitas tersebut. Di sisi lain, upaya pemerintah membenahi subsidi energi, khususnya LPG 3 Kg, juga memicu kontroversi di masyarakat.

Sekadar catatan bahwa langkah efisiensi itu dimulai dengan keluarnya Instruksi Presiden alias Inpres No.1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. Beleid yang diteken Prabowo pada 22 Januari 2025 ini memangkas anggaran belanja kementerian atau lembaga (K/L) senilai Rp256,1 triliun. Prabowo juga memotong alokasi dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun.

Presiden Prabowo Subianto
Presiden Prabowo Subianto

Selain itu, Prabowo telah menginstruksikan para menteri dan kepala lembaga di Kabinet Merah Putih agar segera mengidentifikasi pos-pos yang bisa ditekan. Meski begitu, efisiensi anggaran tidak termasuk untuk belanja pegawai dan bantuan sosial (bansos).

"Identifikasi rencana efisiensi sebagaimana dimaksud pada angka 1, meliputi belanja operasional dan non-operasional. Sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin."

Dalam catatan Bisnis, langkah efisiensi memang semestinya dilakukan karena warisan ruang fiskal yang serba terbatas dari pemerintahan sebelumnya. Apalagi pada tahun ini, pemerintahan Prabowo Subianto harus mengalokasikan anggaran untuk membayar bunga utang senilai Rp552,9 triliun. Besarnya alokasi pembayaran bunga utang berpotensi menggerus kualitas belanja negara pada 2025.

Sebagai catatan, pada tahun 2020 total pembayaran bunga utang mencapai Rp314,1 triliun, angka ini naik pada 2021 menjadi Rp343,5 triliun, Rp386,3 triliun (2022), Rp439,9 triliun (2023), dan outlook realisasi pembayaran bunga utang tahun 2024 mencapai Rp499 triliun. Alokasi anggaran pembayaran bunga utang senilai Rp552,9 triliun dalam RAPBN 2025 adalah yang tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Jumlah uang negara yang dialokasikan untuk membayar bunga utang pemerintah itu bahkan memakan porsi 35,8% dari total alokasi anggaran belanja non kementerian dan lembaga yang hanya Rp1.541,4 triliun. Tren kenaikan pembayaran buga utang itu terjadi ketika ruang fiskal masih terbatas. Tax Ratio atau rasio pajak masih di kisaran 10% dan rasio utang yang tembus di kisaran 39% dari produksi domestik bruto.

Tindak Lanjut Instruksi Prabowo

Instruksi Prabowo langsung disambut oleh kementerian dan lembaga terkait. Badan Kepegawaian Negara alias BKN, misalnya, langsung mengeluarkan nota dinas yang berisi 10 arahan mengenai kebijakan efisiensi pemerintah. “Untuk menyikapi efisiensi anggaran sesuai instruksi Presiden ini, diperlukan skema kerja yang lebih adaptif agar tugas dan pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efisien,” kata Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh Selasa (4/2/2025).

Menurutnya, Inpres mengenai efisiensi anggaran 2025 ini merupakan peluang bagi pemerintah untuk dapat lebih responsif, efisien, dan transparan dalam melayani masyarakat sekaligus menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Di lain sisi, Zudan mengingatkan instansinya dalam menjalankan kebijakan teknis manajemen ASN harus dapat memudahkan ASN dalam menyikapi permasalahan kepegawaian yang ada di ruang lingkup ASN.

“Permasalahan manajemen ASN yang disinggung dalam hal ini terkait penyelesaian permasalahan hukum, kesejahteraan dan karier ASN, karier fungsional yang terbuka dan kemudahan dalam peningkatan pendidikan para ASN serta kemudahan layanan kepegawaian lainnya,” jelasnya.

Ilustrasi ASN./Antara
Ilustrasi ASN./Antara

Tak hanya itu, Zudan juga meminta kepada pegawai BKN dan seluruh ASN di Indonesia tak mengaggapp efisiensi anggaran ini sebagai hambatan, tetapi perlu dipandang sebagai peluang dan tantangan dalam meningkatkan pelayanan.

Sepuluh arahan Kepala BKN terkait efisiensi anggaran itu mencakup peniadaan jam kerja fleksibel, pemberlakuan skema kerja efisien, seperti Work From Anywhere (WFA) selama 2 (dua) hari dan bekerja di kantor selama 3 (tiga) hari, memastikan kinerja harian bawahan dengan sistem pelaporan yang konkret, hingga pembatasan perjalanan dinas dalam dan dinas luar negeri.

Selain itu, BKN juga meminta kementerian dan lembaga untuk memaksimalkan koordinasi yang responsif melalui media daring, memastikan efisiensi penggunaan listrik dan energi, penyesuaian pakaian kerja yang mengutamakan kenyamanan, penggunaan anggaran yang efektif, mengoptimalkan kerjasama dengan donor, mitra, pihak ke 3 dengan tetap menjaga good governance, Kantor Regional agar memastikan konsultasi kepegawaian tuntas di masing-masing wilayah kerja.

Gaduh Gas LPG

Di tengah proses efisiensi yang berjalan cukup massif, kebijakan pelarangan pengecer menjual LPG 3 Kg menuai polemik. Presiden Prabowo Subianto sampai harus turun tangan. Dia meminta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, membatalkan kebijakan pelarangan tersebut. 

Adapun Bahlil sendiri mengungkapkan bahwa kebijakan itu bermula dari temuan mengenai adanya pihak yang memborong LPG 3 kg dan menjualnya tak sesuai harga eceran tertinggi [HET] sekitar Rp18.000 per tabung. "Sudah volume [pembeliannya]-nya tidak wajar, harganya pun dimainkan. Nah, dalam rangka menertibkan ini, maka kita buatlah regulasi," kata Bahlil dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (3/2/2025).

Bahlil menyalahkan pengecer. Dia mengandaikan jika distribusi LPG 3 kg hanya lewat pangkalan dan agen, pemerintah bisa mengontrolnya. Dia mencontohkan, jika agen atau pangkalan menjual LPG melebihi HET, maka pemerintah bisa mencabut izinnya. "Bahwa beli di pangkalan karena harga sampai di pangkalan itu pemerintah bisa kontrol. Kalau harga di pangkalan itu dinaikkan, izin pangkalannya dicabut, dikasih denda, dan kita bisa tahu siapa pemainnya," jelas Bahlil.

Warga mengantre gas LPG
Warga mengantre gas LPG

Di sisi lain, Bahlil juga membuka kesempatan bagi pengecer atau warung untuk menjadi agen resmi. Adapun, syaratnya warung harus memiliki nomor induk berusaha. Bagi pengecer yang belum memiliki nomor induk berusaha, dia menyarankan untuk mendaftar dan membuatnya. Sementara, cara pembuatannya dilakukan melalui Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission/ OSS).

"Saya sudah meminta agar pengecer-pengecer yang sudah memenuhi syarat, itu dinaikkan statusnya menjadi pangkalan. Supaya apa? Dia bisa kita kontrol harganya karena kalau tidak ini bisa berpotensi menyalahgunakan," jelas Bahlil.

Anggaran Subsidi Jebol? 

Dalam catatan Bisnis, pagu subsidi LPG 3 Kg memakan ruang yang cukup besar dalam postur APBN. Pada tahun 2024 lalu, misalnya, realisasi subsidi khusus LPG 3 Kg mencapai Rp80,2 triliun untuk 40,3 juta pengguna. 

Jumlah anggaran subsidi LPG 3 Kg dipicu oleh besarnya biaya yang mesti ditanggung oleh pemerintah melalui APBN. Sekadar catatan, data Kementerian Keuangan, memaparkan bahwa nilai keekonomian LPG 3 Kg senilai Rp42.750.

Sementara itu, angka yang ditanggung pemerintah sebesar 30.000 atau sekitar 70% jika mengacu data Kemenkeu. Itu artinya, beban pengeluaran yang harus dikeluarkan masyarakat setelah dikurangi subsidi dari pemerintah untuk membeli LPG 3 Kg senilai Rp12.750 per tabung. 

Adapun dengan total realisasi tersebut, anggaran subsidi LPG 3 Kg mencakup 71,6% dari outlook subsidi BBM dan LPG 3 Kg pada tahun 2024 yang mencapai Rp122 triliun. Sementara itu jika dibandingkan dengan realisasi subsidi LPG 3 Kg tahun sebelumnya yang senilai Rp74,3 triliun, terjadi kenaikan sebesar baik 8%.

Tabel Realisasi Subsidi Energi (Rupiah, Triliun)

Tahun LPG 3 Kg Listrik BBM
2020 32,8 61,1 14,9
2021 67,6 56,6 16,2
2022 100,4 56,2 15,2
2023 74,3 68,7 21,3
2024 80,2 75,8 21,6

Sumber: Kemenkeu, LKPP

Dalam catatan Bisnis, selama 5 tahun terakhir tren realisasi subsidi LPG 3 Kg cenderung fluktuatif. Data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat atau LKPP audited realisasi subsidi LPG 3 Kg pada tahun 2020 tercatat mencapai Rp32,8 triliun. Angka itu naik lebih dari dua kali lipat pada tahun 2021 menjadi Rp67,6 triliun.

Rekor kenaikan subsidi LPG 3 Kg terjadi pada tahun 2022 lalu atau pada masa pemulihan pasca pandemi Covid-19. Realisasi subsidi energi tercatat mencapai Rp100,4 triliun. Angka itu turun pada tahun 2023 sebesar Rp74,3 triliun. Namun kembali naik pada tahun 2024 menjadi 80,2 triliun (unaudited).

Adapun pada tahun 2025 pagu subsidi energi tahun 2025, direncanakan sebesar Rp197,75 triliun atau 11,34% lebih tinggi dari realisasi tahun 2024 (unaudited).

Menariknya, tahun 2025 berbeda dengan tahun 2024. Pasalnya, pagu anggaran subsidi terbesar adalah subsidi listrik sebesar Rp89,76 triliun. Selanjutnya, pagu anggaran subsidi LPG senilai Rp82,9 triliun, dan subsidi BBM Rp12,67 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper