Bisnis.com, SEMARANG - Tagihan senilai Rp195,45 miliar masuk dalam Daftar Piutang Tetap (DPT) kepailitan PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex dan tiga anak usahanya.
Baca Juga
Kepala Seksi Bimbingan Kepatuhan dan Hubungan Masyarakat Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Jawa Tengah-DI Yogyakarta , R. Megah Andiarto, menjelaskan bahwa tagihan tersebut diajukan sebagai kewajiban penerima fasilitas kepabeanan.
"Waktu barang masuk kan tidak bayar apapun, sampai terbukti diekspor atau dijual hasilnya ke [pasar] lokal. Begitu kenyataannya pailit, barang tidak boleh diekspor segala macam, artinya tagihan barang yang masuk di bulan-bulan sebelumnya itu kami hitung untuk ditagihkan ke kurator kalau memang nanti terjadi proses pailit," jelas Megah saat ditemui pada Selasa (4/2/2025).
Megah menjelaskan bahwa tagihan yang diajukan ke Tim Kurator dalam kasus kepailitan Sritex itu berasal dari bahan baku impor yang mengendap di tiga perusahaan. Barang tersebut diimpor dengan waktu yang beragam, dimana tagihan ditentukan dari catatan yang dimiliki Kanwil DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta.
"Kalau mereka disuruh bayar, sekitar 5% dari nilai impor keseluruhan. Belum termasuk PPN impor, PPH impor. Kalau mau lihat detailnya, harus cek ke dokumen yang lebih rinci di sana [Surakarta]," jelas Megah.
Kanwil DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta tercatat memiliki piutang sebesar Rp995,6 juta dan telah tercatat dalam DPT kepailitan Sritex. Selain Kanwil DJBC Jawa Tengah-DI Yogyakarta, Sritex dan tiga anak perusahaannya juga tercatat memiliki tagihan bea dan cukai di Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPP BC) Tipe Madya Pabean B Surakarta sebesar Rp189,2 miliar, KPP BC Madya Pabean A Semarang sebesar Rp4,9 miliar dan Rp356,9 juta.
"Karena sekarang sudah diambil alih kurator, kami hanya bisa menunggu putusan dari mereka. Kami ikuti saja prosesnya. [Meskipun pembayarannya akan dicicil] tetap kami tagihkan secara penuh, tidak ada pemutihan piutang," tegas Megah.
Sebelumnya, Tim Kurator dalam kasus kepailitan grup Sritex mencatat total tagihan sebesar Rp29,8 triliun. Tagihan tersebut telah diterima dan masuk ke dalam dokumen DPT. Adapun jumlah tagihan tersebut terdiri dari tagihan kreditur preferen sebesar Rp619,5 miliar, kreditur separatis senilai Rp919,7 miliar, dan kreditur konkuren sebesar Rp28,3 triliun.