Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Hukum memastikan dari 44.000 terpidana yang akan diberikan amnesti tidak ada yang termasuk dalam gerakan OPM.
Pada konferensi pers, Rabu (29/1/2025), Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkap keputusan itu diambil setelah proses yang bergulir pada Direktorat Pidana di Direktorat Jenderal Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum.
"Kami memiliki kehati-hatian menyangkut soal 44.000 nama. Nah karena itu tunggu kira-kira minggu depan, saya sudah minta Direktur Pidana, di Ditjen AHU untuk segera menyelesaikan menyangkut verifikasi yang 44.000," ungkap Supratman, dikutip Kamis (30/1/2025).
Politisi Partai Gerindra itu lalu menyampaikan 44.000 nama calon penerima amnesti itu akan diusulkan ke Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu kelompok terpidana calon penerima amnesti yang menjadi perhatian yakni terkait dengan Papua. Namun, Supratman menegaskan bahwa pemerintah tidak akan memberikan amnesti kepada terpidana yang terlibat sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Organisasi Papua Merdeka (OPM).
"Kalau yang OPM, yang kriminal bersenjata, kita tidak ada amnesti. Yang kita beri amnesti adalah teman-teman yang diduga melakukan gerakan makar tetapi non-senjata. Ini teman-teman aktivis biasalah kadang kala ya ekspresinya terhadap sesuatu ya," tuturnya.
Baca Juga
Mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR itu menerangkan bahwa keputusan final pemberian amnesti berada di tangan Presiden Prabowo.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya pada Desember 2024, Supratman menerangkan bahwa pemerintah mengklasifikasi kelompok terpidana yang rencananya akan diberikan amnesti oleh Presiden. Total calon penerima amnesti yakni berjumlah 44.000 orang.
Tujuan pemberian amnesti itu untuk mengurangi kondisi kelebihan kapasitas lapas serta pertimbangan kemanusiaan.
Beberapa kasus pidana yang rencananya bakal diberikan amnesti oleh Presiden ke-8 RI itu meliputi napi kasus penghinaan terhadap kepala negara, kasus pelanggaran UU ITE, terpidana yang sakit berkepanjangan seperti mengidap AIDS serta menderita gangguan jiwa, kasus-kasus Papua serta kasus narkotika.