Bisnis.com, SEMARANG -- Buruh PT Bitratex Industries, salah satu anak usaha PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Nasional atau KSPN, menolak opsi going concern dalam proses pengurusan kepailitan Sritex.
Bitratex adalah salah satu anak usaha emiten tekstil berkode SRIL. Perusahaan ini ikut diputus berstatus pailit dalam gugatan pembatalan perdamaian yang dilakukan oleh PT Indo Bharat Rayon.
Nanang Setiyono, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Jawa Tengah yang juga menjadi pekerja di anak perusahaan Sritex itu ikut hadir dalam rapat kreditur. Kehadiran mereka dipicu tentang adanya kabar pengambilan keputusan going concern dengan mekanisme voting.
"Kami harus membawa karyawan yang banyak supaya pada saat voting kami tidak kalah suara. Yang kami duga, ada banyak kreditur yang sudah dikondisikan debitur. Itu akan merugikan kami," jelas Nanang, Selasa (14/1/2025).
Perwakilan serikat pekerja PT Bitratex Industries sendiri menegaskan komitmen mereka untuk terus mengawal kasus kepailitan Sritex. Nanang menyebut, opsi Going Concern yang coba ditawarkan debitur dikhawatirkan bakal merugikan pekerja tidak hanya di induk Sritex tapi juga anak usaha lainnya.
"Kami pilih PHK agar kami bisa mendapatkan hak-hak kami, bisa mengambil Jaminan Hari Tua, Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dan bisa segera mencari pekerjaan lagi," tegas Nanang.
Baca Juga
Adapun, rapat kreditur kepailitan PT Sri Rejeki Isman Tbk, (SRIL) atau Sritex yang semula diagendakan pada Selasa (14/1/2025) ditunda pelaksanaannya.
Humas Pengadilan Negeri Semarang, Hadi Sunoto, mengonfirmasi hal tersebut. "Agenda hari ini, jam 10, verifikasi kreditur. Ditunda 1 minggu karena Tim Kurator minta perpanjangan, masih banyak yang perlu dilengkapi," jelasnya.
Tim Kurator Jelaskan Kondisi Sritex
Sebelumnya, pada Senin (13/1/2025) malam, Tim Kurator dalam kepailitan Sritex menggelar konferensi pers untuk memaparkan perkembangan kasus tersebut.
Denny Ardiansyah, anggota Tim Kurator, mengungkapkan bahwa opsi Going Concern tidak diambil Tim Kurator lantaran belum ada kecukupan dokumen dan dasad hukum. Sikap manajemen Sritex yang seolah menutupi pemeriksaan dan pengelolaan aset yang telah pailit juga semakin menyulitkan tugas Tim Kurator.
"Kami sudah melakukan meeting dengan Bea Cukai dan beberapa kementerian secara parsial. Ketika kami diminta melakukan Going Concern, dalam Pasal 27 tentang kerugian harta pailit yang menjadi tanggung jawab Tim Kurator, itu menjadi perhatian kami," jelas Denny