Pemenang Nobel Perdamaian
Carter membuat beberapa jejak terbesarnya di dunia pada tahun-tahun setelah meninggalkan Gedung Putih. Dia disebut merancang ulang periode pasca-kepresidenan oleh profesor sejarah di Universitas Princeton dan penulis biografi Carter, Julian Zelizer.
Selama lebih dari empat dekade sebagai mantan presiden — masa jabatan terpanjang dalam sejarah Amerika — Carter melancarkan kampanye di seluruh dunia melawan perang, penyakit, dan penindasan hak asasi manusia melalui Carter Center yang berbasis di Atlanta, yang dia dirikan bersama istrinya.
Lembaga tersebut membuat langkah-langkah khusus melawan penyakit cacing Guinea, parasit yang menyebar melalui air yang terkontaminasi yang dapat membuat korban tidak berfungsi selama berbulan-bulan. Kasus di seluruh dunia turun menjadi hanya 14 pada tahun 2023 dari perkiraan 3,5 juta pada tahun 1986, menurut pusat tersebut.
Carter dianugerahi Penghargaan Nobel Perdamaian 2002 atas upaya tak kenal lelah selama puluhan tahun untuk menemukan solusi damai bagi konflik internasional, memajukan demokrasi dan hak asasi manusia, serta mendorong pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai upayanya pasca-kepresidenan tidak lepas dari reaksi keras. Empat belas penasihat Carter Center mengundurkan diri sebagai protes atas buku terlarisnya tahun 2007, Palestine: Peace Not Apartheid, yang membandingkan Israel dengan pemerintahan kulit putih Afrika Selatan yang secara sistematis menindas warga kulit hitam.
Umur panjang Carter menentang segala rintangan. Pada 2015, Carter mengungkapkan menderita melanoma, sejenis kanker, dan telah menyebar ke otaknya.
Carter menerima perawatan, pulih, dan pada tanggal 22 Maret 2019, menjadi kepala eksekutif yang paling lama hidup dalam sejarah AS. Pada tahun 2021, Jimmy dan Rosalynn Carter merayakan ulang tahun pernikahan mereka yang ke-75.