Bisnis.com, JAKARTA - Tim advokasi tambang telah resmi melayangkan gugatan terhadap pemberian prioritas izin tambang bagi ormas keagamaan ke Mahkamah Agung (MA).
Perwakilan Kuasa Hukum, Raziv Barokah mengatakan penolakan itu dilandasi oleh PP No.25/2024 terkait pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara yang dinilai cacat secara hukum.
"[PP No.25/2024] berpotensi menjadi arena transaksi [suap] politik. Pemberian izin tambang tanpa lelang tersebut, jelas menyalahi Pasal 75 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara," ujarnya dalam siaran pers, Selasa (30/9/2024).
Dia menambahkan, gugatan ini juga ditujukan untuk menyelamatkan ormas keagamaan dari penilaian buruk ke depannya. Sebab, selain berpotensi merusak lingkungan. Perizinan ini juga dapat memicu konflik antara masyarakat adat dengan ormas terkait.
Dengan demikian, tim advokasi tambang yang berisikan tokoh akademisi dan lembaga masyarakat ini menyarankan agar ormas keagamaan untuk tetap berfokus pada pembinaan dan pelayanan umat.
"Kita harus menyelamatkan ormas keagamaan ini, mengapa? Karena kalau dibiarkan, maka akan menjadi preseden buruk kedepannya. Di mana, lahan tambang akan selalu dijadikan alat transaksi untuk pembungkaman politik oleh pemerintah," pungkasnya.
Baca Juga
Dalam catatan Bisnis, setidaknya ada dua ormas keagamaan yang menyatakan siap mengelola wilayah usaha pertambangan (WIUP) yang ditawarkan oleh pemerintah, yakni Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Adapun, PBNU sendiri telah membentuk perseroan terbatas (PT) yang secara khusus untuk mengelola konsesi eks perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) pemberian pemerintah, yaitu tambang batu bara bekas penciutan lahan PT Kaltim Prima Coal (KPC).