Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pengamat Sindir Revisi RUU Wantimpres: Kuorum Terpenuhi, Legitimasi Tidak

Proses dilakukannya revisi undang undang terkesan terburu-buru dan cenderung dipaksakan tanpa melibatkan partisipasi publik secara luas.
Presiden Joko Widodo/Youtube Setpres
Presiden Joko Widodo/Youtube Setpres

Bisnis.com, JAKARTA – Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai bahwa meskipun memenuhi kuorum, tetapi langkah DPR untuk merevisi Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara dan UU Wantimpres memiliki legitimasi yang kurang kuat.

Sebagai negara hukum, Karyono mengamini bahwa revisi beberapa undang-undang diantaranya UU Kementerian Negara dan UU Wantimpres merupakan hal yang normal dalam kehidupan bernegara.

Namun, dia melanjutkan bahwa paradigmanya harus diletakkan dalam konteks kebutuhan untuk memperbaiki kehidupan bernegara. Spiritnya adalah untuk mewujudkan tujuan pembangunan sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

“Proses dilakukannya revisi undang undang terkesan terburu-buru dan cenderung dipaksakan tanpa melibatkan partisipasi publik secara luas, dan minimnya kehadiran jumlah  anggota DPR yang ikut dalam pembahasan maupun pada saat sidang paripurna untuk pengesahan RUU maka tentu mengundang sejumlah pertanyaan publik,” tuturya kepada Bisnis, Jumat (27/9/2024).

Selain itu, dia mengatakan bahwa jika dilihat dan diamati terhadap perubahan pasal-pasal yang direvisi, maka terdapat satu pesan kuat yaitu memberikan kewenangan berupa keleluasaan kepada presiden untuk menentukan formasi maupun jumlah menteri dan Wantimpres. Selebihnya adalah pasal yang bersifat normatif dan penyesuaian.

Nantinya, kata Karyono setelah disahkannya beberapa revisi undang undang maka kewenangan presiden sebagai kepala negara dan pemerintahan akan lebih kuat.

Sisi positifnya, hal ini akan mempertegas sistem presidensial. Namun di sisi lain mengandung unsur resiko yaitu akan membentuk executive heavy. Istilah executive heavy merujuk pada kondisi ketika kekuasaan eksekutif lebih menonjol dibandingkan lembaga-lembaga lain.

Menurutnya, fenomena executive heavy pernah terjadi dalam kehidupan bernegara kita sebelum amandemen UUD 1945, dimana kekuasaan eksekutif yang diberikan kepada presiden sangat besar, sehingga melahirkan pemerintahan otoriter. Ini yang perlu dicegah agar jangan sampai terulang kembali.

“Kami berharap, agar kewenangan yang lebih besar yang diberikan kepada presiden digunakan untuk mewujudkan cita cita pembangunan nasional seperti yang diamanatkan konstitusi. Jangan sampai terjadi penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power),” imbuhnya.

Selain itu, Karyono mengatakan bahwa revisi UU Kementerian Negara dan Wantimpres, nampaknya tak lepas dari unsur politik akomodatif yang dalam bahasa Prabowo adalah politik merangkul.

Dia menekankan bahwa hal itu tentu sudah menjadi kebiasaan  (political habit) dimana pemenang pilpres membagi kekuasaan. Tapi, tentu saja ada sisi kelemahan, antara lain kabinet menjadi ‘gemuk’ lantaran jumlah pejabat di sejumlah institusi menjadi bertambah banyak.

 

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper