Bisnis.com, GRESIK — Presiden Joko Widodo (Jokowi) mewanti-wanti bahwa hanya sedimen pasir tertentu yang boleh dikeruk dan dijual ke luar negeri.
Hal itu disampaikan Jokowi usai meresmikan produksi smelter PT Freeport Indonesia atau PTFI di KEK JIIPE, Gresik, Jawa Timur, Senin (23/9/2024).
"Yang diperbolehkan itu adalah sedimen pasir yang berada di jalur laut untuk kapal-kapal. Hati-hati, tolong dilihat. Kalau memang bukan itu, itu yang enggak benar," ujar Jokowi kepada wartawan.
Meski demikian, Jokowi menyampaikan bahwa ketersediaan sedimentasi pasir di dalam negeri juga masih dibutuhkan. Oleh sebab itu, dia menyebut perlunya hilirisasi di dalam negeri untuk berbagai komoditas lainnya.
"Karena kita butuh, semuanya akan kita hilirisasikan. Pasir, silika dan lain-lainnya," ucapnya.
Adapun kebijakan Jokowi itu memicu polemik. Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 20/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No.22/2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag No.21/2024 tentang Perubahan Kedua atas Permendag No.23/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Baca Juga
Revisi aturan tersebut merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) No.26/2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Salah satu ketentuan yang diatur beleid ini yaitu pemanfaatan sedimentasi di laut berupa pasir laut untuk ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim Universitas Trilogi Jakarta Muhamad Karim meminta pemerintah untuk mencabut kebijakan yang mengatur pengelolaan hasil sedimentasi di laut.
“Kebijakan ini bukan solusi mengelola dan mengatasi sedimentasi laut,” kata Karim.
Dia menuturkan, secara oseanografi, sedimentasi laut ada yang bersifat alamiah. Misalnya, terjadi karena bencana alam seperti letusan gunung berapi yang mengalirkan laharnya lewat daerah aliran sungai (DAS) yang bermuara ke laut.
Sedimentasi laut juga dapat terjadi akibat tindakan eksploitasi ekstraktivisme manusia di daerah hulu sungai dan pesisir yang masuk ke perairan laut, seperti penambangan dan sebagainya.
Alih-alih mensejahterakan nelayan, kebijakan ini justru dinilai mensejahterakan oligarki dan korporasi yang akan mendapat izin usaha penambangan pasir laut.
“Tentu bagi saya, kebijakan ini tidak akan mungkin mensejahterakan nelayan,” ujarnya.