Bisnis.com, JAKARTA -- Dewan Pengawas Komisi Pemberantasa Korupsi (Dewas KPK) meminta Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan dan Pansel KPK periode 2024-2029 supaya mencoret siapapun yang memiliki rekam jejak pelanggaran etik.
Anggota Dewas KPK Syamsudin Harris menyampaikan imbauan tersebut kepada sembilan orang Pansel KPK, usai menjatuhkan sanksi etik sedang berupa teguran tertulis kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Jumat (6/9/2024).
"Mungkin kami mengimbau kepada Pansel Pimpinan dan Dewas KPK supaya siapapun yang memiliki cacat etik itu tidak diloloskan sebagai pimpinan maupun dewas KPK. Itu saja. Sebab ini menyangkut masa depan pemberantasan korupsi di Indonesia," ujarnya pada konferensi pers, dikutip Sabtu (7/9/2024).
Pada kesempatan yang sama, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean berharap agar apa yang terjadi pada kasus etik Ghufron tidak terulang lagi. Setidaknya, selama Dewas KPK periode 2019-2024 masih menjabat.
Untuk diketahui, persidangan kasus etik dimaksud sempat tertunda tiga bulan lebih usai terbitnya putusan sela PTUN Jakarta atas gugatan yang dilayangkan Ghufron ke Dewas KPK. Ghufron sebagai terperiksa kasus pelanggaran etik, juga menggugat Peraturan Dewas ke MA hingga membuat laporan polisi.
"Mudah-mudahan ini tidak pernah terjadi lagi pada saat kami masih ada di sini. Itu saja. Sehingga kita bisa melihat pimpinan KPK maupun pegawai KPK betul-betul orang yang berintegritas," kata Tumpak.
Baca Juga
Pria yang pernah menjabat pimpinan KPK itu juga berharap agar Dewas KPK periode selanjutnya bisa lebih baik dalam menegakkan kode etik kepada seluruh pegawai KPK. Menurutnya, insan KPK harus memiliki kode etik yang berbeda dari ASN pada umumnya.
"Kalau sama saja ya tidak namanya extraordinary tool lagi kita. Kita adalah alat yang luar biasa. Oleh karena itu perlu ada aturan yang lebih keras daripada ASN yang biasa," ujarnya.
Adapun Majelis Etik yang beranggotakan Dewas KPK menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron atas kasus pelanggaran etik yang menimpanya.
Sanksi itu terkategorikan sedang. Pimpinan periode 2019-2024 itu terbukti menyalahgunakan pengaruh untuk kepentingan pribadi sebagaimana diatur dalam pasal 4 ayat (2) huruf b Peraturan Dewas (Perdewas) KPK No.3/2021.
"Menjatuhkan sanksi sedang kepada terperiksa teguran tertulis yaitu agar terperiksa tidak mengulangi perbuatannya dan agar terperiksa selaku pimpinan KPK senantiasa menjaga sikap dan perilaku dengan menaati dan melaksanakan kode etik dan kode perilaku," ujar Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Selain itu, Ghufron turut dijatuhi hukuman pemotongan penghasilan setiap bulannya selama enam bulan. Majelis Etik menilai apa yang dilakukan Ghufron patut dijatuhi sanksi sedang lantaran memberikan dampak negatif berupa citra buruk kepada lembaga.
Adapun terdapat sejumlah hal meringankan dan memberatkan terhadap Ghufron. Satu-satunya hal meringankan putusan terhadal Ghufron adalah belum pernah dijatuhi sanksi etik.
Sementara itu, hal-hal memberatkan yaitu tidak menyesali perbuatan yang dilakukan, tidak kooperatif menunda-nunda sidang, serta jabatannya sebagai pimpinan KPK seharusnya menjadi teladan.