Bisnis.com, JAKARTA - Para pakar menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) sedang mengamankan pengaruh politiknya dalam pemerintahan presiden terpilih periode 2024-2029 Prabowo Subianto dengan mengeluarkan kebijakan strategis jelang akhir masa jabatan.
Jokowi belakangan memang mengeluarkan kebijakan yang mendapat banyak sorotan publik seperti menawarkan wilayah izin usaha pertambangan khusus (WIUPK) ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan hingga merombak kabinet meski masa kerjanya tinggal beberapa bulan lagi.
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Aisah Putri Budiatri menilai sejumlah kebijakan tersebut memang dikeluarkan Jokowi untuk menjaga kekuatan politiknya di tengah masa transisi pemerintahan.
"Jokowi setidaknya harus mampu menjaga pengaruh politiknya tidak hanya untuk saat ini tetapi juga ke depannya, termasuk untuk menjaga posisi politik Gibran [putra sulung Jokowi] sebagai wapres," jelas Aisah kepada Bisnis, Rabu (31/7/2024).
Oleh karena itu, sambungnya, beberapa keputusan politik Jokowi secara langsung atau tidak langsung bermuatan politik demi mengikat pengaruh ke partai-partai pendukung Prabowo termasuk juga ormas.
Senada, pengamat politik dari Citra Institute Efriza melihat sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Jokowi dewasa ini memang terkesan hanya untuk bagi-bagi kue atau jabatan.
Baca Juga
Menurut Efriza, langkah tersebut diambil Jokowi karena sadar bahwa pengaruh politiknya jelang akhir masa jabatan semakin menurun atau apa yang dikenal dengan fenomena lame duck (bebek lumpuh). Oleh sebab itu, Jokowi perlu mengeluarkan kebijakan yang merangkul banyak elite.
"Namun sayangnya, kebijakan Jokowi malah tidak pro kepada rakyat, hanya menunjukkan pro kepada pengusaha, elite-elite politik, kebijakan balas jasa, maupun kebijakan sekadar pencitraan positif atas sepuluh tahun memerintah semata," jelas Efriza kepada Bisnis, Rabu (31/7/2024).
Dia mencontohkan, sejumlah kebijakan kontroversial seperti Tapera dikeluarkan jelang akhir masa jabatan pemerintahan Jokowi. Belum lagi, lanjutnya, wacana asuransi kendaraan bermotor.
Oleh sebab itu, Efriza menilai Jokowi kini lebih cenderung khawatir akan pandangan elite penguasa daripada rakyat biasa. Jokowi, lanjutnya, sekadar ingin pertahanan pengaruh politiknya usai turun dari jabatan orang nomor satu di Indonesia pada 20 Oktober nanti.