Bisnis.com, JAKARTA--Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri melontarkan kritik keras terhadap kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang membagi-bagikan izin usaha tambang (IUP) ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
"Orang urusan tambang saja sekarang pada heboh, 'Woh mau nyari tambang, mau nyari tambang.' Saya tuh sampai bilang sama temen-temen, 'Makan noh tambang iku!' Nanti kalau sudah enggak ada beras terus piye?" ujar Megawati.
Presiden ke-5 RI ini menjelaskan, hasil tambang tidak menjamin kedaulatan pangan. Oleh sebab itu, Megawati mendorong sebaiknya pemerintah lebih fokuskan kebijakan kepada pemenuhan pangan rakyat Indonesia.
Apalagi, putri Bung Karno ini meyakini kini kondisi geopolitik dan iklim dunia sedang tidak jelas. Dia melihat, para negara penghasil beras akan menahan ekspor berasnya.
Dengan demikian, dia meminta pemerintah tidak boleh tergantung kepada impor. Megawati ingin pemerintah juga kembangkan pangan pendamping beras.
"Itu kan harus waras kita berpikirnya, harus pintar kita berpikirnya, bahwa kalau kemudian itu [negara produsen beras menahan ekspor] jadi terus kita bingung mau cari kemana," jelasnya.
Baca Juga
PKS Serukan Evaluasi
DPR mendesak Pemerintah segera mengevaluasi kebijakan konsesi tambang ke Ormas Keagamaan yang menimbulkan kecemburuan sosial serta melanggar UU Minerba.
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto menyarankan pemerintah membatalkan kebijakan pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan. Pasalnya, kebijakan tersebut bisa menimbulkan kegaduhan nasional.
Dia mengimbau kepada Presiden Jokowi agar tidak membuat kekacauan menjelang akhir masa jabatannya, sehingga Presiden Jokowi bisa landing dengan aman.
"Menjelang purna tugas, Pemerintah itu semestinya bersiap-siap pamit mundur dan memberi jalan kepada Presiden Terpilih. Bukan malah ngegas kejar tayang saat injury time. Umur Indonesia masih panjang," tuturnya di Jakarta, Selasa (30/7/2024).
Menurutnya, setelah Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, saat ini Ormas Persatuan Islam (PERSIS) menyatakan ingin mengelola tambang. Bahkan, menurut Mulyanto, MUI tengah mengkaji untuk ikut memanfaatkan peluang konsesi pertambangan.
Kondisi tersebut, menurut Mulyanto, dapat menimbulkan kecemburuan sosial antar ormas di Indonesia. Pasalnya, Mulyanto meyakini ormas kepemudaan dan lainnya bakal menginginkan konsesi tambang juga
"Akhirnya tata kelola pemerintahan yang baik menguap, karena kita tidak bisa lagi membedakan tugas, fungsi, dan program-kegiatan antara sektor privat," ujarnya.
Tanggapan MUI
Sebelumnya, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Iskandar merespons soal keputusan Muhammadiyah yang memutuskan untuk menerima izin usaha pertambangan (IUP) dari pemerintah.
Anwar mengatakan, penerimaan izin tambang oleh organisasi masyarakat (ormas) itu seharusnya tidak perlu menjadi persoalan. Sebab, pemberian IUP ini merupakan tanda balas jasa pemerintah untuk ormas.
"Ya secara filosofis kan baik, ya jadi pemerintah itu ingin membalas budi kepada ormas-ormas yang nyata-nyata telah berjasa kepada negara ini, terutama perang kemerdekaan dulu," ujarnya di kantor Kemenkominfo, Kamis (25/7/2024).
Namun demikian, dia menekankan bahwa ormas yang menerima izin tambang harus bisa menjaga kelestarian lingkungan di area tambang. Sementara itu, dari pemerintah harus terjun mengawasi pengguna IUP agar bisa mengembalikan kondisi pertimbangan dengan baik.
"Ada aturan yang mewajibkan para pengelola itu kemudian bisa mengembalikan lagi dengan baik. Kedua, tidak merugikan masyarakat sekitar, jangan sampai membuat miskin masyarakat sekitar tambang itu," pungkasnya.
Sekadar informasi, Kepala Negara belum lama ini menerbitkan Perpres yang mengizinkan pendistribusian Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sudah dicabut kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan, termasuk Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Desa, dan koperasi.
Ketentuan itu dimuat dalam Perpres Nomor 76 Tahun 2024 tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi. Salah satunya tertuang dalam ketentuan distribusi IUP kepada kelompok masyarakat tercantum dalam Pasal 5A ayat (1).
"Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang berasal dari wilayah eks Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan," demikian petikan pasal tersebut.