Bisnis.com, JAKARTA – Pakar hukum tata negara Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah mengkritik revisi Undang-undang (UU) No. 19/2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) yang disetujui oleh DPR.
Castro, sapaan akrabnya, menilai bahwa beleid tersebut hanya bertujuan untuk mengakomodasi koalisi Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto. Hal ini tercermin dengan kembali munculnya istilah Dewan Pertimbangan Agung (DPA).
“Jadi ini upaya untuk memberikan porsi-porsi kekuasaan kepada orang-orang sekeliling Prabowo, termasuk sebenarnya untuk menggaet [mantan presiden] Megawati dan SBY yang dulu pernah digagas dalam ide presidential club,” katanya kepada Bisnis, Jumat (12/7/2024).
Lebih lanjut, Castro menyebut bahwa gagasan untuk menghidupkan kembali Dewan Pertimbangan Agung tersebut tak punya landasan cukup dari segi hukum.
Pasalnya, DPA yang identik dengan zaman Orde Baru itu bukan lagi lembaga yang diadopsi di dalam perubahan Undang-undang Dasar Negara RI (UUD) 1945, sehingga ditempatkan dalam cabang kekuasaan pemerintahan.
“Jadi sebenarnya DPA, yang sekarang namanya Wantimpres adalah lembaga yang berada di bawah kekuasaan presiden,” sambung peneliti Pusat Studi Antikorupsi FH Unmul itu.
Baca Juga
Itu sebabnya, dia tidak melihat adanya urgensi dalam penggagasan ulang Dewan Pertimbangan Agung. Castro justru menilai bahwa lembaga tersebut berpotensi tumpang tindih dengan keberadaan presiden.
“Yang ada adalah itu adalah upaya untuk menghidupkan kembali Orde Baru ddengan konsep Dewan Pertimbangan Agung untuk mengawasi dan mengontrol presiden,” tukasnya.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui revisi UU UU Wantimpres pada Selasa (9/7/2024), yang salah satu perubahannya memuat kemunculan Dewan Pertimbangan Agung.
Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas menjelaskan sediktinya tiga perubahan yang direncanakan dalam draf awal RUU Wantimpres tersebut. Pertama berkaitan dengan perubahan nomenklatur atau tata nama, tetapi diklaim tak mengubah fungsi.
Perubahan berikutnya ialah ihwal jumlah keanggotaan. Jika UU Wantimpres mengatur anggota maksimal delapan orang, maka kini DPR mengusulkan agar keanggotaan tidak dibatasi, sehingga jumlahnya sesuai dengan keinginan presiden.
Poin terakhir adalah perubahan syarat-syarat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, meskipun belum dijelaskan lebih lanjut.
Dia sekaligus membantah tudingan bahwa kedudukan Dewan Pertimbangan Agung nantinya akan sejajar dengan presiden seperti sebelum era Reformasi.
Menurutnya, amandemen UUD 1945 sudah menghapus istilah lembaga tinggi dan lembaga tertinggi negara dan hanya menjadi lembaga negara.
"Dewan pertimbangan ada di Pasal 16 Undang-undang Dasar, itu menyebut fungsi. Nah, kita memberi nomenklaturnya yang dulunya Dewan Pertimbangan Presiden sekarang menjadi Dewan Pertimbangan Agung," kilah Supratman.