Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Freeport Cabut Seluruh Keberatan Banding Bea Keluar di Bea Cukai & Pengadilan Pajak

PT Freeport Indonesia mencabut puluhan gugatan keberatan maupun banding di Bea Cukai dan Pengadilan Pajak.
Edi Suwiknyo, Nyoman Ary Wahyudi
Jumat, 28 Juni 2024 | 14:07
Palu pengadilan/bloomberg
Palu pengadilan/bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA – PT Freeport Indonesia mencabut puluhan berkas keberatan maupun banding di Bea Cukai dan Pengadilan Pajak. Pencabutan gugatan tersebut terjadi di tengah perkembangan signifikan fasilitas pemurnian atau smelter Freeport di Gresik, Jawa Timur.

Proses keberatan adalah fasiitas yang diberikan pemerintah kepada entitas atau eksportir terhadap penetapan bea keluar oleh Bea Cukai. Sementara banding, dapat diajukan oleh entitas atau eksportir terhadap putusan keberatan ke Pengadilan Pajak.

Adapun pencabutan sebagian gugatan banding Freeport diputus pada tanggal 11 Juni 2024. Ihwal pencabutan berkas keberatan dan banding itu juga dibenarkan oleh Vice President Corporate Communications Freeport Indonesia (PTFI) Katri Krisnati.

"Benar PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mencabut seluruh berkas pada proses keberatan dan banding terkait bea keluar," ujar Katri kepada Bisnis, Jumat (28/6/2024).

Sementara itu, dokumen putusan banding nomor PUT-011475.98/2023/PP/M.XVIIB Tahun 2024 yang diterima Bisnis mengungkap, pemicu sengketa antara Bea Cukai dengan Freeport merupakan imbas dari perubahan status izin pertambangan yang semula di bawah rezim Kontrak Karya beralih ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Sesuai klausul yang tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No.2053/K/30/2018 tentang IUPK Operasi Produksi PT Freeport Indonesia bahwa penetapan bea keluar untuk ekspor konsentrat tembaga Freeport mengikuti ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.164/PMK.010/2018.

Beleid ini mengatur tentang besaran bea keluar berdasarkan progres pembangunan fasilitas pemurnian alias smelter yang dibagi 3 tahap. Tahap I jika mengikuti ketentuan dalam beleid tersebut merujuk kepada progres pembangunan smelter yang telah mencapai 30%, tahap II telah mencapai 30% - 50%, dan tahap III lebih dari 50% dari total proyek.

Adapun jika mengacu kepada rezim tarif bea keluar ekspor mineral logam PMK No.164/2018, adalah 0% bagi eksportir yang telah menyelesaikan progres pembangunan smelter tahap III, 2,5% tahap II, dan 5% pada tahap 1. Namun demikian, pada 2023, pemerintah menerbitkan PMK No.71/PMK.010/2023 yang mencabut ketentuan dalam PMK No. 164/2018.

Dengan berlakunya beleid baru tersebut, terjadi perubahan tarif, bagi eksportir konsentrat tembaga dengan kadar 15% yang telah melakukan pembangunan smelter dengan progres 90%-100% dikenakan bea keluar sebesar 5% untuk tahap III, tahap II (70%-90%)  7,5%, dan tahap I (90%-100%) bea keluarnya sebesar 10%. Ketentuan pengenaan tarif itu berlaku sampai dengan 31 Desember 2023.

Sementara itu, untuk tarif yang berlaku pada tahun 1 Januari 2024 sampai dengan 31 Mei 2024, besarannya berubah dari 7,5% untuk tahap III, 10% tahap II, dan 15% untuk tahap 1.

Perubahan kebijakan praktis mengubah kewajiban pembayaran bea keluar Freeport. Dokumen putusan gugatan banding yang diajukan oleh pihak Freeport menguatkan hal itu. Salah satu poin dalam gugatan banding itu mengungkap bahwa Freeport keberatan dengan pengenaan bea keluar sebesar 7,5%.

Versi pihak Freeport, demikian ditulis dalam dokumen itu, mereka harus membayar bea keluar sebesar 7,5% karena Customs Exise Information System and Automation (CEISA) hanya mengakomodasi tarif bea keluar sesuai dengan rezim PMK No.71/2024.

Freeport mau tidak mau harus mengikuti ketentuan itu untuk memastikan bahwa aktivitas ekspor konsentrat bisa terus berlangsung. “Pembayaran bea keluar sebesar 7,5% itu bukan bukan merupakan suatu bentuk persetujuan terhadap penetapan bea keluar berdasarkan PMK No.71/2023.”

Kubu Freeport berkukuh bahwa seharusnya penerapan bea keluar tetap mengacu kepada IUPK-Operasi Produksi (IUPK-OP) atau sesuai dengan rezim PMK No.164/2018 sebesar 0%. Pengenaan bea keluar sesuai rezim IUPK, sebagaimana dalil yang terungkap dalam gugatan Freeport, berbeda dengan bea masuk dan cukai yang mengikuti aturan yang berlaku dari waktu ke waktu.

Sementara itu, Bea Cukai mengambil sikap sebaliknya, informasi yang dihimpun Bisnis mengungkap bahwa otoritas kepabeanan memiliki penafsiran lain tentang klausul penerapan bea keluar sesuai dengan IUPK-OP, yakni harus mengikuti mekanisme yang berlaku. Apalagi PMK No.164/2018 sudah tidak berlaku sejak implementasi PMK No.71/2023.

Artinya kalau dari sisi Bea Cukai, Freeport harus mengikuti ketentuan tarif bea keluar sesuai dengan kebijakan yang terakhir berlaku yakni PMK No.71/2023.

Singkat kata, gugatan banding Freeport itu tidak diterima oleh hakim karena merupakan kewenangan Bea Cukai. Belakangan pemerintah telah mencabut PMK No.71/2024 dengan mengimplementasikan PMK No.38/PMK.010/2024. 

PMK itu telah berlaku dan menurut informasi yang dihimpun, sampai awal pekan ini Freeport belum memperoleh izin ekspor konsentrat karena harus memenuhi ketentuan commisioning. Kalau merujuk kepada PMK 38/2024, tarif yang berlaku tidak lagi mengacu kepada pembangunan smelter, tetapi kepada kadar tembaga.

Menariknya, di tengah proses implementasi beleid baru tersebut, Freeport tercatat mencabut gugatan di Pengadilan Pajak. Ada sebanyak 50 gugatan yang dicabut pada tanggal 11 Juni 2024. Selain banding, Freeport juga mencabut berkas keberatan di otoritas kepabeanan.

Wewenang Pengadilan Pajak

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto tidak menjawab pertanyaan yang diajukan Bisnis. Sementara itu, Direktur Jenderal Bea Cukai Askolani mengungkapkan bahwa pencabutan gugatan banding Freeport merupakan sepenuhnya kewenangan Pengadilan Pajak. “Terkait pencabutan banding PT Freeport, itu kewenangan Pengadilan Pajak,” ucapnya.

Adapun, soal izin ekspor pasca implementasi PMK 38/2024, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Budi Santoso mengatakan kementeriannya masih menantikan permohonan izin ekspor dari Freeport. “Belum ada pengajuan izin ekspor ke Kemendag,” kata Budi saat dikonfirmasi, Senin (24/6/2024). 

EVP External Affairs Freeport Indonesia Agung Laksamana Senin kemarin mengungkapkan bahwa, raksasa tambang tembaga dan emas itu menargetkan surat rekomendasi ekspor dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bisa didapat pekan ini.  “Masih berproses kami harapkan dalam minggu ini bisa selesai,” kata Agung saat dikonfirmasi, Senin (24/6/2024). 

Adapun, Kementerian ESDM telah menyetujui target produksi PTFI sebesar 1,4 miliar pound tembaga dan 1,6 juta ounces emas tahun ini. Sementara itu, Freeport menargetkan ekspor konsentrat hingga akhir Desember 2024 dapat menyentuh level 900.000 ton. 

“Dalam waktu secepatnya ini bisa akan selesai karena produksi kita kan jalan terus,” kata Agung.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper