Bisnis.com, JAKARTA - Komisi X DPR menggelar rapat dengar pendapat (RDP) panitia kerja (Panja) Pembiayaan Pendidikan dengan pakar pendidikan untuk mencari penyebab tingginya Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Rapat Dengar Pendapat yang digelar pada Kamis (20/6/2024) tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf, yang membuka rapat dengan 3 orang pakar pendidikan.
Pakar pendidikan yang hadir di Komisi X DPR di antaranya adalah, Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini, Guru Besar Pembiayaan Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Nanang Fattah, dan Rektor Universitas Yarsi Fasli Jalal.
Adapun, pokok pembahasan dalam rapat tersebut adalah untuk meminta pandangan dan masukan dari para pakar pendidikan untuk implementasi alokasi anggaran fungsi pendidikan 20% APBN selama 2019-2024 untuk pembiayaan pendidikan dasar, menengah dan tinggi.
"Sekilas cerita saja awalnya waktu UKT naik kami langsung merespons dengan kita harus selidiki masalah UKT mahal, kenapa pendidikan itu mahal terutama pas masuk perguruan tinggi," kata Dede Yusuf, di Komisi X DPR, pada Kamis (20/6/2024).
Selain itu, juga membahas pandangan dan evaluasi implementasi pembiayaan pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi terkait UKT, BOS PIP, KIP, dan lainnya.
Baca Juga
"Kemudian kawan-kawan juga mengatakan kita belum pernah membongkar BOS ya terus kemudian beasiswa PIP, KIP, termasuk apakah anggaran BOS ini sudah cukup atau belum? sudah memadai atau belum? Karena ya sebagaimana kita temukan di lapangan walaupun sudah mendapatkan BOS tapi pembiayaan-pembiayaan, tarikan-tarikan itu masih ada saja," lanjutnya.
Adapun Dede Yusuf mengungkap bahwa total anggaran pemerintah untuk pendidikan yang telah dikucurkan melalui APBN secara keseluruhan sejak tahun 2009 mencapai Rp6.625,8 triliun dan terus meningkat setiap tahunnya.
Dia mengatakan bahwa pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan ini sejak 2009, dan dengan alokasi tersebut menjadikan negara Indonesia sebagai salah satu negara dengan belanja publik untuk pendidikan terbesar di Asia.
Kemudian dia mengatakan walaupun dengan anggaran pendidikan terbesar di Asia pada realitanya kenyataan pendidikan di Indonesia masih belum bergerak terlalu banyak.
Lalu Dede menjelaskan bahwa pendanaan pendidikan sangat penting untuk menjamin keberlanjutan dan kualitas pendidikan di suatu negara.
"Indonesia telah memiliki mandatory spending pendidikan yang diamanatkan konstitusi Pasal 31 Ayat 4 dan Pasal 49 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional di alokasikan minimal 20% dari APBN dan APBD," tambahnya.