Bisnis.com, JAKARTA – Ibu pekerja yang melahirkan bisa mendapat cuti hingga 6 bulan dengan sejumlah persyaratan, setelah DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan menjadi undang-undang.
Pengesahan tersebut dilakukan dalam rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan V tahun sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (4/6/2024).
Hak cuti ibu melahirkan itu terdapat dalam Pasal 4 ayat (3) UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang bunyinya:
Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu yang bekerja berhak mendapatkan:
- a. cuti melahirkan dengan ketentuan:
1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan
2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.
Baca Juga
Artinya, ibu pekerja bisa mendapatkan cuti paling lama enam bulan. Dalam aturan lama atau Pasal 82 ayat (2) UU Ketenagakerjaan, ibu pekerja hanya bisa paling lama cuti bersalin paling lama tiga bulan (1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan lagi setelah melahirkan).
Meski demikian, terdapat kondisi khusus sebelum ibu pekerja yang bersalin bisa memperoleh cuti paling lama enam bulan.
Dalam hal ini, ibu pekerja yang akan bersalin otomatis mendapat jatah cuti selama tiga bulan, namun ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi apabila ingin mendapatkan cuti tambahan tiga bulan lagi.
Kondisi dan persyaratan khusus tersebut diatur dalam Pasal 4 ayat (5) UU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan, yang bunyinya:
Kondisi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a angka 2 meliputi:
- a. Ibu yang mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi pascapersalinan atau keguguran; dan/atau
- b. Anak yang dilahirkan mengalami masalah kesehatan, gangguan kesehatan, dan/atau komplikasi
Sementara itu, ibu pekerja yang cuti melahirkan akan mendapatkan upah penuh untuk empat bulan pertama dan 75% upah untuk bulan kelima dan keenam. Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 5 ayat (3).