Bisnis.com, JAKARTA - Komisi VIII DPR mencecar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terkait dengan implementasi Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA) dalam rapat bersama Komisi VIII DPR, pada Selasa (29/10/2024).
Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mencecar Menteri PPPA Arifatul Choiri Fauzi dan Wamen PPPA Veronica Tan terkait dengan UU KIA yang tidak masuk dalam 16 program prioritas Kemen PPPA .
“Bu Menteri, kami sudah mendengarkan tadi, kami tidak ada mendengar tertulis ataupun mendengarkan UU Kesejahteraan Ibu dan Anak masuk ke lampiran,” kata Marwan di dalam ruang rapat.
Marwan turut menyebutkan bahwa UU itu baru saja disahkan di Komisi VIII DPR, tetapi disayangkan implementasi UU tersebut tidak disebutkan oleh pihak Kemen PPPA.
Saat ditemui seusai rapat, Arifatul mengatakan bahwa sebenarnya UU KIA sudah masuk dalam program prioritasnya, tetapi saat rapat tadi belum sempat tersampaikan.
“Di lampiran itu sudah kita jelaskan secara lengkap, tapi memang tadi tidak sempat tersampaikan. Sebetulnya ada [tentang UU KIA],” pungkasnya.
Baca Juga
Sebagai informasi, DPR telah mengesahkan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan pada 4 Juni 2024 lalu.
Salah satu aturan yang ada dalam UU tersebut adalah ibu bekerja bisa cuti melahirkan hingga 6 bulan.
Berikut 16 fokus Prioritas Kementerian PPPA Tahun 2025:
- Penguatan regulasi dan peraturan teknis dalam upaya peningkatan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
- Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak termasuk Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO);
- Penguatan norma positif dan perubahan pelaku dalam mencegah terjadinya kekerasan dan perilaku salah pada anak;
- Penyediaan layanan pengaduan SAPA 129 bagi perempuan den anak korban kekerasan/TPPO yang terintegrasi antara pusat dan daerah untuk mempermudah masyarakat melakukan pengaduan dan meningkatkan response role oleh petugas;
- Penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan/TPPO serta layanan perlindungan sementara;
- Pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PRA)sebagai instrumen manajemen penanganan kasus dan menghasilkan satu data pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak secara nasional;
- Penguatan tata kelola layanan perempuan dan anak korban kekerasan;
- Percepatan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG) di kementerian/lembaga, daerah, dan desa);
- Perluasan akses, peran, dan keterlibatan perempuan dalam ekonomi dan ketenagakerjaan termasuk perempuan miskin, perempuan kepala keluarga, perempuan dengan disabilitas, penyintas kekerasan dan bencana;
- Peningkatan keterwakilan perempuan di legislatif melalui optimalisasi pendidikan politik dan kaderisasi di tingkat nasional dan provinsi/kabupaten/kota;
- Optimalisasi pengasuhan berbasis anak dan penguatan kapasitas perlindungan anak pada lingkungan keluarga dan lembaga pengasuhan alternatif;
- Peningkatan koordinasi dan sinergi pemenuhan hak anak termasuk anak dalam kondisi khusus seperti anak disabilitas, anak yang berhadapan dengan hukum, situasi darurat, anak pekerja migran serta anak-anak di wilayah 3T;
- Peningkatan partisipasi anak yang bermakna dalam pembangunan;
- Penciptaan lingkungan yang ramah anak antara lain melalui pembinaan dan evaluasi kabupaten dan kota layak anak;
- Peningkatan replikasi Desa Ramah Perempuan dan peduli anak (DRPPA) secara mandiri;
- Pengawasan pelaksanaan atau penyelenggaraan perlindungan anak di K/L dan daerah.