Bisnis.com, JAKARTA – National Weather Service atau NOAA memprediksi aktivitas badai di atas rata-rata saat memasuki iklim La Nina. Masuknya musim penghujan ini diperkirakan terjadi pada 1 Juni hingga 30 November.
Sebelumnya, El Nino melanda Indonesia yang menyebabkan berbagai persoalan terhadap ketahanan pangan dan masalah kesehatan. Namun, aktivitas el nino telah memasuki kondisi netral sehingga transisi pergeseran ke la nina akan terjadi.
“Kita sudah melihat badai bergerak di seluruh negeri dan dapat membawa bahaya tambahan seperti tornado, banjir, dan hujan es. Mengambil pendekatan proaktif terhadap lanskap iklim yang semakin menantang saat ini dapat membuat perbedaan dalam cara masyarakat dapat pulih di masa depan,” kata Wakil Administrator FEMA Erik A. Hooks, dikutip dari NOAA pada Selasa (28/5/2024).
Para peneliti di NOAA memperkirakan 85% musim di atas normal, 10% mendekati normal, dan 5% di bawah normal. Akibatnya akan ada 17 hingga 25 badai dengan kecepatan angin 39 mph atau lebih tinggi.
Dari jumlah tersebut, 8 sampai 13 badai disinyalir memiliki kecepatan 27 mph, sedangkan 4 sampai 7 badai akan memiliki kecepatan angin hingga
111 mph. Hal ini disebabkan suhu hangat di laut Samudera Atlantik yang mengakibatkan penguapan besar-besaran dan didukung kondisi La Nina cenderung mengurangi pergeseran angin di daerah tropis.
Baca Juga
Peringatan badai yang dahsyat juga disampaikan oleh Clare Nullis, juru bicara Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Dia menyebutkan badai ini akan memengaruhi berbagai sektor mulai ekonomi sampai pangan.
“Kandungan panas laut yang tinggi dan antisipasi perkembangan La Ninas diperkirakan akan memicu musim badai yang sangat, sangat, sangat aktif tahun ini,” katanya, dikutip dari Reuters, Rabu (29/5/2024).
“Hanya diperlukan satu kali badai untuk menghambat pembangunan sosio-ekonomi selama bertahun-tahun,” tambahnya.
Dari catatan WMO, Asia merupakan kawasan yang akan terdampak cukup parah akibat badai. Pasalnya, pada tahun 2024, WMO mencatat 79 bencana terkait hidrometeorologi dan 80% di antaranya terkait dengan banjir serta badai yang menyebabkan lebih dari 2.000 kematian
“Banyak negara di kawasan ini mengalami rekor tahun terpanas pada tahun 2023, bersamaan dengan serangkaian kondisi ekstrem, mulai dari kekeringan dan gelombang panas hingga banjir dan badai,” kata Sekretaris Jenderal WMO Celeste Saulo.
WMO juga menyoroti cairnya gletser akibat pemanasan global sehingga meningkatkan tinggi air laut yang mengancam keselamatan para penduduk di daerah pesisir. Selain itu, permukaan laut yang tinggi dan datangnya badai diprediksi berdampak buruk bagi sektor pertanian. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)