Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan mantan eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono (BGA) di kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.
Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Kuntadi menyampaikan telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Bambang sebagai tersangka.
"Salah satu dari 4 orang tersebut, BGA kami ditingkatkan statusnya sebagai tersangka. Dia ditetapkan dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Minerba Kemen-ESDM 2015-2020," kata Kuntadi di Kejagung, Rabu (29/5/2024).
Dia menyampaikan, Bambang ditetapkan tersangka karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2019.
"Perubahan ini tidak sama sekali dilakukan dengan kajian apapun dan belakangan kita tahu dalam rangka untuk fasilitasi transaksi timah yang diproduksi secara ilegal," tambahnya.
Hanya saja, sejauh ini Kejagung belum melakukan penahanan terhadap tersangka kasus timah ke-22. Sebab, masih dilakukan terlebih dahulu pemeriksaan terhadap Bambang.
Baca Juga
Sebagai informasi, kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk. (TINS) untuk melakukan penambangan pada 2018.
Petinggi PT Timah itu diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.
Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK).
Selain itu, tersangka penyelenggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.
Di samping itu, hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah. Kemudian, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022.
Adapun, Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan hingga BPKP untuk menghitung kerugian negara secara riil. Hasilnya kerugian negara dalam kasus ini tercatat Rp300 triliun.