Bisnis.com, JAKARTA — Serangan rudal Rusia menggempur wilayah Kharkiv, Ukraina pada Kamis (23/5/2024) waktu setempat. Sebanyak 7 orang dilaporkan tewas akibat serangan tersebut.
Dilansir Reuters pada Jumat (24/5/2024), serangan itu terjadi ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy getol meminta bantuan senjata kepada sekutunya di Barat, demi menghalau serangan negeri yang dipimpin Vladimir Putin itu.
Pasukan Moskow telah menggempur wilayah tersebut selama berbulan-bulan. Rusia juga sempat melancarkan serangan darat ke bagian utara wilayah tersebut pada 10 Mei lalu.
Pada serangan kali ini, otoritas Ukraina mengatakan bahwa pasukan Putin telah menembakkan sekitar 15 rudal ke Kharkiv dan kota terdekatnya, yakni Liubotyn.
Serangan itu disebut menargetkan infrastruktur transportasi dan percetakan besar di Kharkiv, ketika kurang lebih 50 orang berada di lokasi pada saat serangan terjadi.
“Tidak ada fasilitas militer, baik di sini maupun di dekatnya,” kata Gubernur Daerah Oleh Syniehubov kepada wartawan di lokasi kejadian.
Baca Juga
Pejabat Ukraina mengatakan 28 orang lainnya terluka akibat serangan itu. Sementara itu, kantor kejaksaan regional mengatakan bahwa rudal-rudal tersebut diluncurkan dari wilayah Belgorod, yang digunakan pasukan Rusia untuk melancarkan serangan pada 10 Mei.
Selain itu, perusahaan kereta api Ukraina mengatakan bahwa enam pekerjanya juga menjadi korban luka imbas serangan Rusia di Kharkiv. Rusia juga dilaporkan menjatuhkan bom di kota Derhachi, menyebabkan 13 orang luka dan hancurnya beberapa tempat tinggal.
Adapun, dalam unggahannya di media sosial, Zelensky menyalahkan sekutu internasional Ukraina karena tidak menyediakan senjata maupun sistem pertahanan udara yang memadai untuk menghalau rudal Rusia.
“Kelemahan ini bukan kelemahan kami, tapi kelemahan dunia, yang selama tiga tahun terakhir belum berani menghadapi ‘teroris’ dengan cara yang pantas mereka terima,” katanya sebagaimana dikutip Reuters.
Berdasarkan catatan Bisnis, Zelensky dilaporkan juga akan hadir dalam pertemuan G7 di Italia pada 13 Juni 2024 mendatang. Dia akan menagih janji negara-negara sekutu dalam menyediakan senjata jarak jauh yang memungkinkan pasukannya menyerang Rusia.