Bisnis.com, JAKARTA - Akhir-akhir ini muncul wacana untuk memasangkan Anies Baswedan dan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dalam Pilgub Jakarta 2024.
Rektor Universitas Paramadina Didik J Rachbini mengatakan politik sebenarnya hanya citra (image), persepsi dan bukan yang sebenarnya atau bukan sebenar-benarnya. Menurutnya, persepsi baik atau buruk, persepsi toleran tau radikal atau persepsi apa saja bisa dibentuk dengan gampang dan dengan berbagai cara dan metode.
"Pertarungan politik Anies dan Ahok di Jakarta beberapa tahun lalu dalam pertarungan persepsi yang menjadi kenyataan dalam sekejab tetapi kemudian lenyap dalam sekejab berikutnya," ungkapnya, Sabtu (11/5/2024).
Dia mengatakan banyak pihak yang takut atas kemenangan Anies di Jakarta akan menjadi monster politik radikal, yang tidak akan toleran terhadap keberagaman. Menurutnya, citra dan persepsi itu hanya dalam beberapa tahun lenyap ketika Anies hadir dalam pilpres dengan partai pendukung dari partai-partai nasionalis.
Pada masa itu, tim pemenangan di kanan kiri Anies juga datang dari kaum nasionalis, dengan latar belakang agama yang lengkap. Dalam pilpres ini tidak ada lagi pertarungan citra radikal agama dan radikal sekuler, anti NKRI, dan rasisme.
Didik mengatakan bahwa politik dan demokrasi yang terbuka seperti sekarang ini adalah pertanda baik, paling tidak dilihat dari sisi persepsi citra seperti ini - kecuali masalah etika dan nepotisme Jokowi.
Baca Juga
"Gagasan politik menyatukan Anies dan Ahok di Jakarta adalah eksperimen yang baik dan berani untuk membersihkan pencitraan politik menuju polarisasi radikal agama atau radikal sekuler. Radikal sekuler di sini mirip-mirip radikal kiri yang anti agama," tuturnya.
Dalam pengamatan politik Didik, peluang Anies dan Ahok bersatu sangat mungkin karena beberapa faktor. Pertama, Anies sejatinya seorang yang religius tetapi tidak radikal seperti yang dipersepsikan ketika hadir dalam pilgub DKI dulu.
Kedua, Ahok memang temperamental, yang kadang-kadang tabu di dalam politik. Namun, sesungguhnya Ahok adalah seorang yang nasionalis dilihat dari sejarah karir politiknya.
Ketiga, tidak ada lagi faktor pendorong keduanya ke arah radikal karena Anies sudah bisa tampil di dalam pilpres dengan citra nasionalis religius biasa.
Keempat, Ahok juga akan bisa diterima publik. Anies dan Ahok pasti berpikir positif jika paham gagasan seperti ini dari berbagai pihak yang hendak menjadikannya simbol kesatuan dari keduanya.
Anies masuk Jakarta mempunyai peluang menang sangat besar jika tidak kita katakan hampir 100 persen. Anies punya prestasi di Jakarta, meskipun banyak kritik juga.
Menurut Didik, jika Anies tidak masuk politik dalam dalam 5 tahun ke depan maka namanya hilang dari peredaran. Anies bukan pemimpin partai politik seperti Prabowo Subianto atau JK pada masanya. Karena itu, masuk ke dalam politik di Jakarta adalah peluang yang baik tidak hanya bagi karir dirinya tetapi juga untuk bangsa untuk 2029 nanti.