Bisnis.com, JAKARTA — Perubahan rumusan terkait penentuan ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) dinilai tampak seperti akal-akalan saja.
Seperti diketahui, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI bersama pemerintah dalam rapat, Kamis (14/3/2024), menyetujui ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden.
Rumusan baru tersebut untuk menganulir rumusan lama, sebagaimana yang tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 523 ayat (3) draf RUU DKJ yang menyebutkan bahwa, “Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden”.
“Perubahan mekanisme penentuan pemimpin Dewan Kawasan Aglomerasi dari sebelumnya langsung disebut ‘dijabat oleh wakil presiden’ ke frase ‘ditunjuk oleh Presiden’ nampak terlihat seperti akal-akalan saja,” kata Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus kepada Bisnis, Kamis (14/3/2024).
Menurutnya, baik frase yang lama maupun yang baru sama-sama menunjukkan bahwa jabatan Dewan Kawasan Aglomerasi itu akan dikendalikan sepihak oleh Presiden dan nampaknya akan diperuntukkan bagi wakil presiden nantinya.
“Saya menduga desain awal Dewan Kawasan Aglomerasi ini dibuat atas pertimbangan mencari posisi yang tepat bagi wakil presiden agar bisa bersinar di pemerintahan baru,” jelasnya.
Baca Juga
Dengan memegang posisi sebagai kepala Dewan Kawasan Aglomerasi, kata Lucius, panggung dengan sorotan yang cukup terang akan terarah kepada wakil presiden. Dengan begitu, dia menilai Jakarta atau kawasan aglomerasi yang nampaknya masih menjadi episentrum isu nasional akan menjadi panggung yang disediakan bagi wakil presiden untuk unjuk kemampuan.
“Dia diharapkan tak seperti wapres sekarang yang lebih banyak diam dan tenggelam dalam rutinitas administratif belaka,” kata Lucius.
Oleh karena itu, dia menilai rumusan RUU DKJ yang memberikan kekuasaan bagi Presiden untuk menentukan Dewan Kawasan Aglomerasi sesungguhnya hanya bahasa kompromistis agar niat menyediakan sebuah lembaga strategis bagi wakil presiden tak terlalu kelihatan.
Rumusan terbaru yang lebih moderat menjadi pilihan untuk memberikan kuasa kepada Presiden dalam menentukan siapa yang memimpin dewan kawasan tersebut.
“Kalau langsung disebut dalam UU kan khawatirnya akan dianggap sebaga urusan pribadi Jokowi yang menginginkan putranya yang kebetulan menjadi wapres untuk secara otomatis menduduki posisi kepala dewan kawasan aglomerasi,” pungkasnya.