Bisnis.com, JAKARTA - Dua kelompok pro dan kontra hak angket berunjuk rasa di depan Gedung DPR/MPR, Selasa (5/3/2024).
Massa yang pro menuntut supaya DPR segera menggulirkan hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024. Sementara massa yang kontra berpendapat bahwa kalau hak angket digunakan untuk menyelidiki kecurangan Pilpres bakal merusak tatanan.
Berdasarkan pantauan bisnis di lokasi, dua kelompok pendemo ini ditempatkan bersebelahan saat melakukan unjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada Selasa (5/3/2024).
Bagaimana pendapat pendemo dari dua kubu soal hak angket?
Salah seorang demonstran dari pihak pro hak angket, Herdi (59) asal Tanah Abang menyampaikan bahwa hak angket dilakukan untuk membuat terang soal dugaan kecurangan Pemilu 2024.
"Syarat hak angket yang penting terdiri dari 2 fraksi dan 25 anggota di antaranya untuk menggulirkan satu hak angket. Kita mendorong itu," ujarnya saat ditemui Bisnis di depan Gedung DPR.
Senada dengan Herdi, Rini (52) asal Bandung menyampaikan bahwa hak angket digulirkan untuk membuktikan persoalan Pemilu yang diduga curang.
Baca Juga
"Untuk lebih memastikan kebenaran, kejujuran, keadilan dalam pemilu yang banyak kecurangan. Maka dikatakan hak angket itu bisa menyesuaikan kebenaran itu terlihat dari hak angket itu sendiri," tuturnya
Sementara itu, dari kelompok kontra hak angket, Firki (27) asal Sawah Besar mengatakan bahwa hak angket dilakukan untuk mengawal kewenangan pemerintahan yang menyeleweng.
"Hak angket itu kan kebijakan pemerintah untuk memenuhi suatu kewenangan yang menyeleweng. Hak angket sama pilpres kan beda. Hak angket kalau digunakan untuk Pilpres bakal kacau. Tapi kalo hak angket untuk menaungi wewenang menyeleweng itu setuju saja," kata Fikri.
Dari kubu yang sama, Jonatan (19) mengatakan bahwa hak angket bisa dilakukan untuk menolak adanya keputusan dari KPU maupun Bawaslu dengan syarat disetujui oleh internal DPR RI.
"[Hak angket itu,] misalkan lima partai, dari semua itu semua sepakat ngajuin hak angket, setuju atau tidaknya dari DPR sendiri," kata Jonatan.
Apa Itu Hak Angket?
Hak Angket merupakan satu dari tiga hak DPR yang digunakan sebagai pengawasan.
Mengutip dari dpr.go.id, Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak angket DPR diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
"Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan," tulis pasal 73.
Kemudian, pengusulan Hak Angket termuat dalam Pasal 199 UU Nomor 17 Tahun 2014 bahwa untuk mengajukan hak angket, diperlukan minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi. Permohonan harus disertai dengan dokumen yang berisi informasi paling tidak tentang materi kebijakan pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki serta alasan pelaksanaan penyelidikan tersebut.
"Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari 1/2 (satu per dua) jumlah anggota DPR yang hadir," tulis pasal 199 ayat 3.
Untuk memutuskan menerima atau menolak Hak Angket, DPR akan melakukan sidang paripurna. Jika usulan Hak Angket diterima, maka DPR akan segera membentuk panitia angket yang terdiri dari semua unsur fraksi DPR. Namun, jika ditolak, usul Hak Angket tidak bisa diajukan kembali.
Hak Angket sendiri pertama kali dikenal di Inggris pada abad ke-XIV dan bermula dari hak untuk menyelidiki dan menghukum penyelewengan-penyelewengan dalam administrasi pemerintahan. Hal ini selanjutnya disebut right of impeachment (hak untuk menuntut seorang pejabat karena melakukan pelanggaran jabatan).