Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) membantah keputusannya memberikan gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan bentuk transaksi politik.
Jokowi mengklaim bahwa sengaja mengatur waktu pemberian kenaikan pangkat secara istimewa ini usai Pemilu 2024.
"Ya kalau transaksi politik kita berikan saja sebelum Pemilu. Ini kan setelah Pemilu, supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu,” katanya kepada wartawan di Mabes TNI Cilangkap, Rabu (28/2/2024).
Ayah dari cawapres Gibran Rakabuming Raka tersebut lantas menanggapi pro-kontra yang timbul akibat kenaikan pangkat Prabowo ini.
Menurut Jokowi, pemberitaan gelar kehormatan merupakan hal wajar dan telah dilakukan pada era pemerintahan sebelumnya.
“Kan juga bukan hanya sekarang, ya. Dulu diberikan kepada Bapak SBY, sudah pernah diberikan kepada Bapak Luhut Binsar Pandjaitan. Ini sesuatu yang sudah biasa di TNI maupun di Polri,” terangnya.
Baca Juga
Jokowi juga menceritakan bahwa calon presiden (capres) nomor urut 2 tersebut telah menerima anugerah Bintang Yudha Dharma Utama atas jasanya di bidang pertahanan pada 2022 lalu.
Pemberian anugerah itu disebutnya telah melalui verifikasi dari Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan sesuai dengan undang-undang (UU) No. 20/2009.
Atas pemberian anugerah itu, Jokowi menyebut bahwa Panglima TNI kemudian mengusulkan agar Prabowo diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menganugerahi calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto kenaikan pangkat istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan pada hari ini, Rabu (28/2/2024).
“Saya ingin menyampaikan penganugerahan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan kepada Bapak Prabowo Subianto. Penganugerahan ini adalah bentuk penghargaan sekaligus peneguhan untuk berbakti sepenuhnya kepada rakyat kepada bangsa dan kepada negara,” kata Jokowi dalam pidatonya, Rabu (28/2/2024).