Bisnis.com, JAKARTA — Pertemuan antara Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo usai pemungutan suara dinilai membuktikan klaim calon presiden (capres) nomor urut 01 Anies Baswedan soal oposisi.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam, yang menilai bahwa pertemuan antara Jokowi dan Paloh memunculkan spekulasi. Apalagi, pertemuan itu dilakukan tanpa sepengetahuan rekan koalisi Nasdem di Koalisi Perubahan yakni PKB dan PKS.
Umam lalu memandang wajar apabila muncul isu gonjang-ganjing Koalisi Perubahan yang mengusung pasangan Anies Baswedan- Muhaimin Iskandar. Menurutnya, PKB dan PKS mulai mempertanyakan komitmen spirit perubahan dari Nasdem.
Di sisi lain, Umum turut menyinggung bahwa manuver Surya Paloh ini seperti membenarkan pernyataan Anies soal elite politik tidak tahan menjadi oposisi.
"Manuver Paloh ini seolah membenarkan pernyataan capres nomor urut 01 Anies Baswedan dalam debat Capres pertama, yang pernah menyatakan banyak pemimpin politik yang tidak tahan menjadi oposisi, karena membuat mereka tidak bisa berbisnis," ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (19/2/2024).
Sebagai informasi, klaim yang disampaikan Anies itu dialamatkan kepada capres nomor urut 02 Prabowo Subianto dalam debat pertama Pilpres 2024, Desember 2023 lalu. Anies saat itu membalas pernyataan Prabowo mengenai demokrasi Indonesia.
Baca Juga
Umam lalu menilai Surya Paloh memanfaatkan momentum pernyataan Prabowo yang ingin merangkul kubu 01 dan 03 untuk memperkuat pemerintahannya.
Seperti diketahui, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming unggul versi real count sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan perolehan suara 58,58%.
Di sisi lain, Prabowo-Gibran dinilai bakal memiliki ketergantungan politik yang tinggi karena nihilnya efek ekor jas (coat-tail effect) Pemilihan Presiden (Pilpres) kepada Pemilihan Legislatif (Pileg). Kendati Prabowo-Gibran unggul, Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo menduduki peringkat ketiga dengan perolehan suara 13,23%.
Di luar koalisi Prabowo-Gibran, suara Gerindra masih tertinggal dari PDI Perjuangan (PDIP) yang berhasil meraup 16,81% suara. Hal itu kendati paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang diusung PDIP berada di urutan bontot di antara ketiga paslon.
Oleh karena itu, paslon 02 dinilai membutuhkan dukungan partai di luar koalisinya guna menjaga stabilitas politik dan pemerintahan pada fase transisi awal kekuasaan nantinya.
"Untuk mengamankan itu, Prabowo setidaknya harus bisa mengumpulkan sekitar 70% kekuatan politik di parlemen," tutur dosen Ilmu Politik & International Studies Universitas Paramadina itu.
Di samping itu, partai-partai dengan suara biasa-biasa saja (mediocre) dinilai bakal melihat peluang bergabung dengan pemerintahan pemenang Pilpres sebagai kesempatan emas. Ada partai yang dinilai tidak siap dan sudah tidak tahan berada di luar pemerintahan.
Umam lalu menyebut Nasdem dikabarkan positif masuk ke pemerintahan, apabila berdasarkan informasi spekulatif. Sejalan dengan hal itu, lingkaran Istana maupun Prabowo juga dinilai tengah berusaha mendekati PDIP agar bisa bergabung dengan pemerintahan Prabowo-Gibran nantinya.