Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami keterangan Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Ribka Tjiptaning sebagai saksi terkait dengan kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
KPK mendalami keterangan Ribka yang dulu merupakan Ketua Komisi IX DPR, mitra kerja Kemnaker (dulu Kemenakertrans) pada 2012. Penyidik juga mendalami keterangannya mengenai pengadaan sistem proteksi TKI di Kemnaker, yang kini tengah diusut oleh KPK.
"Dan [didalami juga] dugaan adanya pihak tertentu yang memberikan rekomendasi kontraktor yang akan melaksanakan proyek dimaksud pada tersangka RU [Reyna Usman]," jelas Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (1/2/2024).
Adapun usai menjalani pemeriksaan siang ini, Ribka Tjiptaning mengaku bingung. Dia terpantau keluar ruang pemeriksaan pada pukul 13.46 WIB, usai diperiksa terkait dengan pengadaan sistem proteksi TKI Kemnaker (dulu bernama Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi) era Menteri Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Politisi itu pun membenarkan bahwa pada saat kasus itu terjadi pada sekitar 2012, dia menjabat sebagai Ketua Komisi IX DPR. Namun, dia mengaku tidak tahu apa alasan pemanggilannya sebagai saksi kasus pengadaan di lingkungan Kemnaker.
"Aku tuh sebenarnya enggak tahu. Dapat undangan ini juga enggak tahu kasusnya apa. Cuma [saya] bingung saja kenapa kasusnya diangkat baru sekarang? Itu kan sudah 12 tahun yang lalu. Jadi ditanyain banyak yang enggak tahu," tuturnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (1/2/2024).
Baca Juga
Ribka lalu merujuk pada pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bahwa pemanggilannya merupakan kriminalisasi. Menurutnya, pernyataan itu bisa keluar karena momentum jelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ketua DPP PDIP Bidang Penanggulangan Bencana itu lalu mengaku dicecar sekitar 10-15 pertanyaan oleh penyidik. Sebagian besar pertanyaan seputar pengenalannya terhadap beberapa orang dan tupoksinya sebagai Ketua Komisi IX saat itu.
"Aku juga bingung sekarang kenapa baru diangkat. Ya wajar sekarang situasi sedang begini. Tiba-tiba saya dipanggil. Saya Ketua [DPP] partai. Jadi beranggapan begitu," ucapnya.
Adapun KPK tak hanya memanggil Ribka sebagai saksi pada pemeriksaan kasus sistem proteksi TKI Kemnaker hari ini. Penyidik turut melayangkan panggilan pemeriksaan sebagai saksi untuk seorang PNS bernama Ruslan Irianto Simbolon dan pihak swasta Bunamas.
TIGA TERSANGKA
Lembaga antirasuah sebelumnya telah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka terkait dengan kasus tersebut. Mereka adalah mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Reyna Usman, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Nyoman Darmanta dan Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia.
Kasus itu bermula dari pengadaan sistem proteksi TKI pada 2012 yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Tim Terpadu Perlindungan TKI di luar negeri. Reyna mengajukan anggaran pengadaan senilai Rp20 miliar. I Nyoman juga diangkat sebagai PPK dalam proyek tersebut.
Pada Maret 2012, Reyna diduga melakukan pertemuan dengan I Nyoman dan Karunia atas inisiatifnya sendiri guna penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Lalu, HPS itu disepakati secara tunggal menggunakan data PT AIM.
Perusahaan milik Karunia itu ternyata sudah dikondisikan sejak awal sebagai pemenang kontrak, dengan sepengetahuan Reyna dan I Nyoman.
Namun demikian, ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan melakukan pemeriksaan dan mendapati adanya item-item pekerjaan seperti software dan hardware yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada surat perintah mulai kerja.
Kendati adanya ketidaksesuaian dan pekerjaan belum mencapai 100%, pembayaran atas pengadaan software dan hardware itu sudah dilakukan 100% ke PT AIM.
Contohnya, belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia Saudi Arabia.
Atas perbuatan ketiganya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp17,6 miliar sebagaimana ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17,6 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pada konferensi pers beberapa waktu lalu.