Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Politisi PDI Perjuangan (PDIP) sekaligus Anggota DPR Ribka Tjiptaning terkait kasus dugaan korupsi sistem proteksi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Ribka akan menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk sejumlah tersangka yang telah ditetapkan, salah satunya yaitu mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2011-2015 Reyna Usman.
"Hari ini (1/2) bertempat di Gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi Ribka Tjiptaning P (Anggota DPR RI)," ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Kamis (1/2/2024).
Adapun Ali mengonfirmasi bahwa Ribka sudah hadir di Gedung Merah Putih KPK memenuhi panggilan penyidik.
Selain Ribka, KPK turut melayangkan panggilan pemeriksaan sebagai saksi untuk seorang PNS bernama Ruslan Irianto Simbolon dan pihak swasta Bunamas.
Lembaga antirasuah sebelumnya telah melakukan penahanan terhadap tiga tersangka terkait dengan kasus tersebut. Selain Reyna Usman, penyidik turut menahan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Nyoman Darmanta dan Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia.
Baca Juga
Kasus itu bermula dari pengadaan sistem proteksi TKI pada 2012 yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Tim Terpadu Perlindungan TKI di luar negeri. Reyna, yang saat itu menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja mengajukan anggaran pengadaan senilai Rp20 miliar. I Nyoman juga diangkat sebagai PPK dalam proyek tersebut.
Pada Maret 2012, Reyna diduga melakukan pertemuan dengan I Nyoman dan Karunia atas inisiatifnya sendiri guna penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Lalu, HPS itu disepakati secara tunggal menggunakan data PT AIM.
Perusahaan milik Karunia itu ternyata sudah dikondisikan sejak awal sebagai pemenang kontrak, dengan sepengetahuan Reyna dan I Nyoman. Namun demikian, ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan melakukan pemeriksaan dan mendapati adanya item-item pekerjaan seperti software dan hardware yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada surat perintah mulai kerja.
Kendati adanya ketidaksesuaian dan pekerjaan belum mencapai 100%, pembayaran atas pengadaan software dan hardware itu sudah dilakukan 100% ke PT AIM.
Contohnya, belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia Saudi Arabia.
Atas perbuatan ketiganya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp17,6 miliar sebagaimana ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17,6 miliar," ujar Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, pada konferensi pers beberapa waktu lalu.