Bisnis.com, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan dua dari tiga tersangka kasus dugaan korupsi sistem proteksi TKI Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Kemenakertrans (sekarang Kementerian Ketenagakerjaan).
Kedua tersangka antara lain, mantan Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) periode 2011-2015 Reyna Usman (RU) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) I Nyoman Darmanta (IND).
"Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka RU dan IND untuk masing-masing selama 20 hari pertama terhitung mulai dari 25 Januari 2024 sampai dengan 13 Februari 2024 di Rutan KPK," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Jakarta, Kamis (25/1/2024).
Sementara itu, satu tersangka lainnya yakni Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) Karunia belum hadir pada pemanggilan hari ini. KPK mengingatkannya agar kooperatif untuk hadir pada pemanggilan selanjutnya.
Alex, sapaannya, menjelaskan bahwa pengadaan sistem proteksi TKI pada 2012 itu merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Tim Terpadu Perlindungan TKI di luar negeri.
Kemudian, Reyna selalu Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja saat itu mengajukan anggaran pengadaan senilai Rp20 miliar. I Nyoman juga diangkat sebagai PPK dalam proyek tersebut.
Baca Juga
Pada Maret 2012, Reyna diduga melakukan pertemuan dengan I Nyoman dan Karunia atas inisiatifnya sendiri guna penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS). Lalu, HPS itu disepakati secara tunggal menggunakan data PT AIM.
Adapun PT AIM milik Karunia sudah dikondisikan sejak awal sebagai pemenangan kontrak, dengan sepengetahuan Reyna dan I Nyoman.
Namun demikian, ketika kontrak pekerjaan dilaksanakan, Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan melakukan pemeriksaan dan didapati adanya item-item pekerjaan yakni software dan hardware yang tidak sesuai dengan spesifikasi pada surat perintah mulai kerja.
Selain itu, atas persetujuan I Nyoman, pembayaran dilakukan secara 100% ke PT AIM kendati pekerjaan di lapangan belum mencapai 100%. Contohnya, belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di Malaysia Saudi Arabia.
Atas perbuatan ketiganya, negara mengalami kerugian keuangan sebesar Rp17,6 miliar sebagaimana ditemukan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Penghitungan Kerugian Negara (LHP PKN) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp17,6 miliar," ujar Alex.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.