Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan perangkat lunak asal Jerman, SAP, buka suara soal kasus suap lintas negara (foreign bribery) yang dihadapi oleh perusahaan.
Berdasarkan keterangan resminya, pihak SAP menyambut baik berbagai kesepakatan (settlement) yang telah dicapai dengan berbagai lembaga mengenai kasus kepatuhan (compliance) termasuk suap lintas negara yang diatur dalam U.S. Foreign Corrupt Practices Act (FCPA).
SAP menyatakan kesepakatan tersebut lantas menyelesaikan seluruh perkara pidana yang dihadapi perusahaan. Kesepakatan-kesepakatan tersebut telah tercapai antara pihak SAP dengan sejumlah lembaga di Amerika Serikat (AS) yakni Departemen Kehakiman atau Department of Justice (DoJ) dan Komisi Sekuritas dan Bursa atau Security and Exchange Commission (SEC), maupun Otoritas Penuntut Nasional (NPA) di Afrika Selatan.
"SAP sepenuhnya bekerja sama dengan pihak berwenang, dan penyelesaian terhadap isu-isu ini menutup semua masalah compliance yang diselidiki di Amerika Serikat dan Afrika Selatan," ujar Juru Bicara SAP dalam keterangan resmi, Kamis (18/1/2024).
Di samping itu, pihak perusahaan menyampaikan bahwa telah berpisah dari semua pihak yang bertanggung jawab atas kasus tersebut lebih dari lima tahun yang lalu.
"Perilaku masa lalu dari mantan pegawai dan mantan mitra tertentu tidak mencerminkan nilai-nilai SAP atau komitmen kami terhadap perilaku etis," lanjutnya.
Baca Juga
Atas kasus tersebut, SAP menyebut telah meningkatkan program compliance dan kontrol internal secara signifikan selama beberapa tahun terakhir. Mereka menyoroti bahwa otoritas AS dan Afrika Selatan secara khusus sudah menggarisbawahi remediasi SAP yang kuat, proses kontrol yang kokoh, dan peningkatan proses kepatihan.
Pihak SAP lalu menegaskan bahwa tidak memberikan toleransi terhadap pelanggaran kepatuhan. Perusahaan juga menyatakan tetap berkomitmen dalam bekerja sama dengan pelanggan dan mitra untuk fokus terhadap inovasi, keahlian, dan sumber daya perusahaan.
Seperti diketahui, Departemen Kehakiman atau Department of Justice (DoJ) AS serta otoritas bursa AS atau SEC melakukan penyidikan terhadap kasus suap lintas negara yang dilakukan terhadap SAP. Otoritas di Afrika Selatan juga ikut terlibat.
Dalam dokumen DoJ, SAP disebut memberikan suap kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), atau sekarang Bakti Kominfo. Suap itu meliputi dalam bentuk uang sekitar Rp50 juta hingga Rp70 juta, barang mewah hingga fasilitas perjalanan ke AS untuk pejabat-pejabat di lembaga tersebut dari pihak yang mewakili SAP Indonesia.
Atas kasus tersebut, SAP dituntut oleh DoJ untuk membayar denda hingga US$220 juta dan telah menyetujui atas pembayaran tersebut.
PENYUAPAN DI INDONESIA
Sementara itu, berdasarkan penyidikan kasus oleh otoritas bursa AS, SAP disebut memberikan suap kepada hingga delapan entitas milik negara di Indonesia. Selain KKP dan Bakti, SAP disebut turut memberikan suap berupa uang, barang mewah, fasilitas perjalanan dan lain-lain, kepada Kementerian Sosial, PT Pertamina (Persero), Pemda DKI Jakarta, PT MRT Jakarta (Perseroda), PT Angkasa Pura 1 (Persero) dan PT Angkasa Pura 2 (Persero).
Atas praktik suap itu, SAP bisa dijerat dengan pasar berlapis pada Exchange Act atau peraturan undang-undang mengenai pasar modal. Pihak SEC menyebut SAP bisa dijerat dengan hukuman denda sekitar US$98,45 juta.
Mengenai dugaan penerimaan oleh pejabat di Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bakal mengusut dugaan tindak pidana korupsi berupa suap kepada sejumlah pejabat kementerian/lembaga hingga BUMN-BUMD dari SAP.
Pada konferensi pers, Selasa (16/1/2024), KPK menyampaikan bahwa telah meminta pengumpulan bahan keterangan (pulbaket) mengenai kasus tersebut kepada Direktur Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) hingga menanyakannya ke Direktur Penyelidikan.
Di samping itu, KPK saat ini sudah mendapatkan dokumen-dokumen bersifat informasi umum, meliputi di antaranya ringkasan perkara, mengenai kasus yang ditangani oleh Departemen Kehakiman dan Otoritas Bursa di Amerika Serikat (AS) itu. Ke depan, untuk permintaan terhadap dokumen yang lebih detail, pihak Federal Bureau of Investigation (FBI) yang dibawahi oleh Departemen Kehakiman AS bakal menyurati KPK.
Kedua lembaga sudah mulai berkoordinasi mengenai penanganan tindak lanjut kasus tersebut. Bahkan, apabila nantinya kasus tersebut masuk ke tahap penyidikan hingga persidangan di Indonesia, maka KPK bakal mengupayakan mekanisme mutual legal assistance (MLA) dengan pihak AS terkait dengan pemanfaatan dokumen-dokumen kasus tersebut.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan bakal berkoordinasi supaya dokumen-dokumen yang diperoleh pihak FBI atau Security and Exchange Commission atau SEC bisa digunakan untuk penanganan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan di persidangan.
"Ternyata banyak banget ada dari kementerian, BUMN, BUMD, itu nanti pasti akan kami dalami sejauh mana tindak pidana dilakukan suap itu kepada pejabat Indonesia," katanya, pada kesempatan yang sama.