Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan tiga modus dalam kasus dugaan megakorupsi eksplorasi tambang oleh PT Timah Tbk. (TINS) di Provinsi Bangka Belitung periode 2015-2022.
Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Kuntadi menyampaikan salah satu modus dalam kasus ini adalah terkait izin usaha tambang (IUP) di PT Timah.
Hanya saja terkait dua lainnya, Kuntadi masih enggan memberikan informasi secara mendetail karena masih dilakukan pendalaman perkara.
"Macam macam. Ada tiga modus. Ya nanti di lihat ya. Nanti di tunggulah. Masih kita dalami, di antaranya itu [soal IUP]," ujarnya saat ditemui Bisnis di Kejagung, dikutip Rabu (17/1/2024).
Dia juga mengaku bahwa saat ini pihaknya masih mendalami pihak yang berpotensi menjadi tersangka dalam kasus yang merugikan uang negara triliunan rupiah tersebut.
"Ya masih kami dalami. Tapi benang ke sananya sudah nampak. Terus dampak penambangan yang dilakukan secara illegal juga sudah kami audit kerusakannya sangat parah, sehingga ya saya rasa sudah seharusnya harus ditindak," tambahnya.
Baca Juga
Kuntadi juga menuturkan telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, termasuk pihak pemangku kebijakan ya di Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.
Negara Rugi Puluhan Triliun Rupiah
Diberitakan sebelumnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan nilai kerugian negara dalam dugaan korupsi PT Timah ini melebihi kasus PT Asabri yang mencapai Rp22,7 triliun. Namun, dia belum menjelaskan total kerugian perekonomian dan negara dari kasus tersebut.
"Sudah ada bayangan, tapi BPKP sudah mulai masuk. Belum berani [menyebutkan], lebih dari itu [triliunan]. Sepertinya kalau biaya reklamasi itu besar sekali, lebih dari itulah [kasus Asabri]," kata Febrie.
Dia juga menambahkan bahwa kasus korupsi ini telah berdampak pada kondisi wilayah tambang yang izin usahanya telah dipermainkan. Alhasil, kondisi wilayah tersebut saat ini mengalami kerusakan berat.
Sebagai informasi, hingga kini Kejagung belum menetapkan tersangka pada kasus ini dan baru menaikkan status perkara ke penyidikan pada Kamis (12/10/2023).