Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani ungkap sejumlah pekerjaan rumah untuk capres-cawapres 2024, mulai dari pertumbuhan ekonomi yang relatif stagnan hingga menurunnya penyerapan tenaga kerja di sektor formal.
Pada 22 Desember 2024, masyarakat Indonesia menonton debat cawapres 2024 antara Cak Imin, Gibran, dan Mahfud. Hal yang dibahas dalam debat kali ini adalah isu ekonomi, termasuk pertumbuhan ekonomi.
Hariyadi menilai, pertumbuhan ekonomi menjadi masalah utama yang harus diperbaiki oleh pemimpin mendatang. Di masa kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), pertumbuhan ekonomi relatif stagnan, yakni rata-rata hanya tumbuh 5%.
Kedua, tax ratio Indonesia tergolong rendah hanya 10,4% pada 2024. Persentase tersebut dibawah Vietnam 22,7%, Filipina 17,8%, Thailand 16,5%,Singapura 12,8%, dan Malaysia 11,4%. Padahal, kata dia, sudah ada kebijakan tax amnesty.
Dia menduga, rendahnya tax ratio lantaran adanya underground ekonomi yaitu illegal economy, unreported economy, unrecorded economy, dan informal economy.
“Apa masalahnya? Semua orang sudah lapor, berarti ada masalah nih. Ada permasalahan yang diduga underground ekonomi,” kata Hariyadi kepada Bisnis, Jumat (22/12/2023).
Baca Juga
Ketiga, pertumbuhan investasi dengan penciptaan lapangan kerja berbanding terbalik. Hariyadi menyebut, penyerapan tenaga kerja pada 2022 merosot dibanding 2013.
Adapun pada 2013, realisasi investasi tercatat sebesar Rp398,3 triliun dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 1,82 juta orang, sedangkan penyerapan tenaga kerja pada 2022 hanya 1,30 juta orang, padahal realisasi investasi tercatat sebanyak Rp1.207,2 triliun.
Akibat dari rendahnya penyerapan tenaga kerja, lanjut dia, maka pencapaian lapangan kerja tidak tercapai. “Apa akibatnya? Distribusi pendapatan tidak merata, kalau tidak merata artinya apa? Masyarakat menjadi miskin,” ujarnya.
Jika masalah-masalah tersebut tidak segera diatasi, Hariyadi menyebut, akan terjadi bencana demografi dan Indonesia tidak bisa lepas dari middle income trap.
“Konsekuensinya adalah bencana demografi, kita tidak bisa lepas dari middle income trap. Makanya pertumbuhan ekonomi harus tinggi,” pungkasnya.