Bisnis.com, JAKARTA - Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo mendorong revisi pasal karet dalam UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang memungkinkan kriminalisasi para pengkritik pemerintah.
Ganjar menjelaskan, pasal karet yang memungkinkan kriminalisasi pengkritik merupakan ciri khas produk pemerintahan kolonial. Oleh sebab itu, pasal tersebut tidak relevan lagi pada masa ini.
"Rasanya dalam dunia modern demokrasi yang berjalan dengan baik, kritik, auto kritik, sesuatu yang biasa saja," ujar Ganjar di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2023).
Ganjar mengaku tidak pernah mengkriminalisasi para pengkritiknya selama 10 tahun menjadi gubernur Jawa Tengah. Oleh sebab itu, dia ingin pasal-pasal karet UU ITE direvisi.
"Oh iya [direvisi], dan pejabat jangan baperan kalau dikritik itu," jelas Ganjar.
Hanya saja, lanjut Ganjar, kritik ada batasannya. Menurutnya, dalam mengkritik tidak boleh menyerang identitas.
Baca Juga
"Kritiklah kebijakannya. Tapi jangan, maaf ya, fisiknya, sukunya, agamanya, golongannya. Saya kira itu menjadi barrier [batasan] yang mungkin orang jangan ditembus dong yang itu. Tapi kalau kritik kebijakannya boleh-boleh saja," tutupnya.
Sebagai informasi, DPR RI resmi mengesahkan revisi kedua Undang-undang No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dalam rapat paripurna ke-10 masa persidangan II tahun sidang 2023-2024 pada Selasa (5/12/2023).
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengklaim revisi kedua undang-undang ITE tidak akan membatasi kebebasan berekspresi dan berpendapat, terutama untuk kepentingan umum dan kampanye.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo Semuel Abrijani Pangerapan mengatakan pasal 27A dengan tegas akan memenuhi hak-hak masyarakat untuk berserikat dan menyampaikan pendapat.
“Untuk kepentingan umum, kita kasihkan (perbolehkan). Untuk kampanye, untuk kritik, kita berikan kebebasan,” ujar Semuel pada wartawan, Kamis (23/11/2023).