Penemuan ini menyoroti “kekuatan uang” dalam pemilu di Indonesia, kata seorang pejabat antikorupsi kepada CNA.
Menurut penelitian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), keberhasilan pemilu legislatif dan kepala daerah 95,5 persen ditentukan oleh uang, kata Amir Arief, Direktur Sosialisasi dan Kampanye Antikorupsi di KPK.
“Kekuatan uang sangat penting. Oleh karena itu, para peserta pemilu seperti calon legislatif atau partai politik percaya bahwa semakin banyak uang yang mereka miliki, semakin besar peluang mereka untuk memenangkan pemilu,” ujarnya.
Uang tersebut antara lain digunakan untuk membeli suara, memobilisasi mesin kampanye, membayar mahar politik.
Menurut dia, mahar politik, atau "uang perahu", mengacu pada jumlah yang harus dibayar seseorang kepada sebuah parpol agar bisa menjadi wakilnya dalam pemilihan parlemen. Jumlahnya bervariasi antara Rp1 miliar rupiah (US$64,406) hingga Rp12 miliar.
Berdasarkan catatan penuntutan KPK, sebagian dana kampanye bersumber dari cara-cara korupsi, tambahnya.
Baca Juga
“Misalnya kepala daerah yang mau maju pemilu (akan mengambil dari) dana daerahnya. Mereka juga mendapatkan dana kampanye dari berbagai vendor dan kontraktor. Kalau terpilih, pemberi dana akan mengharapkan imbalan… (seperti perusahaannya mendapat penghargaan) tender pengadaan barang dan jasa,” jelasnya.
Ada juga yang mendapatkan dananya dari dalam pemerintahan sendiri, misalnya dari PNS yang memberikan uang kepada politisi. Kalau politikus yang memenangkan jabatan kepala daerah, maka PNS berharap bisa diangkat menjadi kepala departemen.
Meskipun mekanisme pemantauan yang dikenal sebagai Sistem Informasi Dana Kampanye (Sidakam) sudah ada untuk mendorong transparansi di kalangan peserta pemilu, “tantangannya adalah apakah laporan politisi tentang Sidakam transparan”, katanya.
Itu yang harus dipastikan oleh KPU.