Bisnis.com, JAKARTA - Beberapa pekan terakhir kembali heboh naiknya kasus Covid-19 di negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), secara global saat ini ada 104 negara yang melaporkan kasus baru Covid-19 mulai dari 23 Oktober - 19 November 2023. Adapun, 43 negara juga melaporkan kematian.
Di Singapura, terjadi peningkatan kasus 2 kali lipat dari Oktober ke November mencapai 22.000 kasus. Varian yang dominan adalah EG.5 dan HK.3, yang merupakan varian turunan dari Omicron.
Ketua Satgas Covid-19 PB IDI, Prof. Erlina Burhan mengatakan, varian ini mendominasi 70 persen dari kasus yang ada di Singapura.
"Untungnya situasi rumah sakit tidak terjadi lonjakan pasien yang serius. Laporan kematian di Oktober 2023, anak-anak ada 1 pasien, dewasa 1 pasien, dan lansia 25 pasien," jelas Prof. Erlina Burhan dalam media briefing, Rabu (6/12/2023).
Sementara itu, di Malaysia kasus terkonfirmasi naik dari 127 pada Oktober menjadi hampir 4.000 pada November dengan jumlah pasien yang dirawat di rumah sakit meningkat, tapi tidak terjadi lonjakan.
Baca Juga
Adapun, di Indonesia sudah ditemukan subvarian EG.5. sejak Juni - Agustus 2023 di mana varian EG.5 sudah mencapai 20 persen dari kasus yang ada.
Berdasarkan data WHO, kasus di Indonesia naik dari 65 kasus pada awal Oktober, menjadi 151 kasus pada November 2023. Selain itu, kasus meninggal dari tidak ada pada Oktober jadi 1 kasus pada November 1 kasus.
Adapun, tingkat rawat inap juga tidak banyak rumah sakit. Rumah sakit yang melaporkan rawat inap karena Covid hanya ada 2 pasien di RSUD dr. Sutomo Surabaya dengan bed occupancy kurang dari 3 persen.
Gejala Covid-19 Varian EG.5
Tidak berbeda dengan Omicron, Prof. Erlina menyebutkan bahwa gejalanya ringan, dan belum ada data yang menunjukkan bahwa EG.5 dan HK.3 menunjukkan gejala yang berbeda dari varian di atasnya.
"Secara umum gejalanya mirip ada demam, batuk, hidung meler, kehilangan indra penciuman dan pengecap. Namun gejalanya ringan, bisa jadi karena memang perilaku masyarakat sekarang berubah, sudah biasa dengan protokol kesehatan dan sudah vaksinasi booster 1-2," paparnya.
Prof. Erlina juga menyebutkan kemungkinan peningkatan kasus terjadi karena mobilisasi yang sudah semakin tinggi, terutama akhir tahun yang sudah memasuki musim liburan.
"Banyak orang bepergian, masyarakat berkumpul dan lain-lain, dan titer antibodi masyarakat sudah menurun karena vaksinasi terakhir sudah lebih dari 6 bulan sehingga antibodinya sudah menurun," ujarnya.