Bisnis.com, JAKARTA – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa mereka akan melakukan evakuasi terhadap tiga rumah sakit (RS) di Gaza bagian Utara yang menjadi sasaran serangan Israel.
Ketiga RS tersebut adalah: RS Al Shifa yang sebelumnya telah berhasil diselamatkan sejumlah bayinya, RS Indonesia, serta RS Al Ahli.
Melansir Reuters, pihak ketiga rumah sakit itu telah meminta bantuan WHO untuk mengevakuasi pasien dan bahwa perencanaan untuk hal tersebut sedang dilakukan.
Diketahui, rumah sakit telah menjadi sasaran pemboman dalam konflik Israel-Hamas. Akibatnya, seluruh rumah sakit di wilayah itu tidak berfungsi secara normal, meskipun terus menampung beberapa pasien yang tidak dapat melarikan diri dari wilayah perang.
"Saat ini kami sedang mencari tiga rumah sakit di wilayah utara yang meminta untuk dievakuasi, tetapi yang terpenting adalah ke mana harus dievakuasi? Tidak ada tempat yang aman," kata Juru Bicara WHO Christian Lindmeier pada konferensi pers di Jenewa, dikutip Rabu (22/11/2023).
Dia menambahkan bahwa rumah sakit di sepanjang wilayah selatan Gaza itu telah penuh dengan pasien dan menderita kekurangan.
Baca Juga
Mengenai evakuasi, dirinya menyebut bahwa permintaan tersebut datang dari staf rumah sakit yang juga mengkhawatirkan nyawa mereka.
“Itu berarti situasi di lapangan telah menjadi sangat mengerikan, sehingga satu-satunya alternatif lain adalah menghadapi apa yang mereka anggap sebagai kematian karena rumah sakit sedang diserang,” katanya.
Menurutnya, upaya menghilangkan layanan kesehatan dari masyarakat sama dengan menghilangkan bagian terakhir dari umat manusia.
Lindmeier menambahkan bahwa sejauh ini, evakuasi masih berada dalam tahap perencanaan, tanpa rincian lebih lanjut.
Hal itu dikarenakan evakuasi yang memerlukan koordinasi untuk memastikan agar para penolong tidak mendapatkan serangan, seperti yang terjadi pada Palang Merah Internasional dan badan amal medis Prancis, Medecins Sans Frontieres.
Sementara itu, Badan Anak-anak PBB (UNICEF) memperingatkan perihal risiko "wabah penyakit massal" yang dapat menyebabkan angka kematian anak meningkat di wilayah tempat penampungan yang penuh sesak akibat perang itu.
“Jika akses anak-anak terhadap air dan sanitasi di Gaza terus dibatasi dan tidak mencukupi, kita akan melihat lonjakan jumlah kematian anak-anak yang tragis, tetapi sebenarnya bisa dihindari,” kata Juru Bicara UNICEF James Elder.
Saat ini, kasus diare pada anak di bawah lima tahun telah melonjak hingga 10 kali lipat dibandingkan rata-rata bulanan sebelum perang kembali meletus, katanya.
Arif Husain dari Program Pangan Dunia mengatakan bahwa masyarakat di Gaza hanya menerima 1-3 liter air sehari, jauh di bawah standar internasional untuk keadaan darurat.
"Tidak ada air yang diberikan kepada para pengungsi di Gaza utara selama lebih dari seminggu, sehingga meningkatkan kekhawatiran serius mengenai dehidrasi," paparnya.