Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alasan di balik surat penangkapan buron Harun Masiku yang baru diterbitkan tiga pekan lalu, kendati sudah menghilang sejak 2020.
Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan bahwa surat itu ditandatangani oleh pimpinan tiga pekan lalu sebagai dasar untuk bergerak ke lokasi tertentu, sebagai tindak lanjut dari informasi yang diterima.
"[Surat penangkapan] sebagai dasar bergerak ke suatu tempat tertentu, kapanpun bila dibutuhkan, tergantung informasi yang masuk," ujarnya kepada wartawan, Rabu (15/11/2023).
Juru Bicara KPK itu lalu menyebut pihaknya sudah menerbirkan surat penangkapan beberapa kali bagi tersangka kasus suap penetapan anggota DPR terpilih 2019-2024 itu.
"Sudah beberapa kali ada [surat penangkapan]," terangnya.
Untuk diketahui, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku telah meneken surat perintah pencarian sekaligus penangkapan Harun Masiku dalam kasus dugaan suap.
Baca Juga
"Tiga minggu lalu saya menandatangani surat perintah penangkapan dan pencarian terhadap HM [Harun Masiku]," ujar Firli dalam konferensi pers, Selasa (14/11/2023).
Dia menyampaikan bahwa saat ini pihaknya tengah melakukan pencarian Harun Masiku. Bahkan, Plt Deputi Penindakan Asep Guntur bertolak ke luar negeri untuk mencari eks caleg PDIP itu.
"HM kita masih terus melakukan pencarian, beberapa waktu yang lalu Plt. Deputi Penindakan [Brigjen Asep Guntur Rahayu] menyampaikan berangkat ke negara tetangga tapi lagi-lagi belum berhasil melakukan penangkapan walaupun informasi sudah cukup kuat," tambah Firli.
Sebagai informasi, Harun Masiku merupakan tersangka dalam perkara dugaan suap terkait penetapan anggota DPR terpilih tahun 2019-2024 yang sudah berstatus daftar pencarian orang (DPO) sejak Januari 2020.
Harun harus berhadapan dengan hukum lantaran diduga menyuap sebesar Rp850 juta kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan agar bisa ditetapkan sebagai pengganti Nazarudin Kiemas yang lolos ke DPR namun meninggal dunia.
Selain Harun, KPK mempunyai pekerjaan rumah untuk memproses hukum dua tersangka yang telah berstatus buron yaitu Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tannos dan pemilik PT Perusa Sejati Kirana Kotama.
Perlu diketahui, Paulus Tannos terjerat kasus dugaan korupsi pengadaan KTP elektronik, sedangkan Kirana terjerat kasus dugaan korupsi berupa pemberian hadiah atau janji terkait penunjukan Ashanti Sales Inc. sebagai agen eksklusif PT PAL Indonesia (Persero) dalam Pengadaan Kapal Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk Pemerintah Filipina Tahun 2014-2017.