Bisnis.com, JAKARTA - Enam terdakwa kasus pembangunan menara pemancar sinyal atau Base Transceiver Station (BTS) 4G Kominfo telah divonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada pekan ini, termasuk eks Menkominfo Johnny G Plate.
Selain Plate, eks Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, mantan tenaga ahli Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto menjalani sidang vonis bersamaan pada Rabu (8/11/2023).
Kemudian, Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan, mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak dan Account Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali divonis setelah Plate Cs atau Kamis (9/11/2023).
Keenam terdakwa dinyatakan bersalah karena melakukan tindakan korupsi secara bersama-sama, sedangkan khusus Anang ditambah dengan jeratan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Perinciannya, Plate dituntut selama 15 tahun penjara dan Anang 18 tahun penjara, masing-masing diwajibkan membayar denda sebesar Rp1 miliar, sedangkan Yohan Suryanto divonis lima tahun dengan denda sebesar Rp200 juta.
"Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Johnny Gerard Plate dengan pidana penjara selama 15 tahun dan denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan," kata Hakim Ketua Fahzal di PN Tipikor.
Baca Juga
Sementara itu, Irwan divonis dua kali lebih berat dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebesar enam tahun penjara, menjadi 12 tahun penjara oleh Majelis Hakim di persidangan. Dalam perkara ini, Irwan juga didenda Rp500 juta.
Adapun, eks Dirut Moratelindo Galumbang Menak Simanjuntak divonis lebih kecil dari tuntutan JPU sebesar 15 tahun menjadi enam tahun oleh Majelis Hakim dengan denda Rp500 juta. Kemudian, Mukti Ali dijatuhi hukuman yang sama dengan Galumbang.
Justice Collaborator Irwan Ditolak
Menariknya, dalam serangkaian vonis tersebut, pengajuan JC atau saksi pelaku perkara korupsi BTS dari Irwan Hermawan ditolak oleh Majelis Hakim.
Hakim anggota Mulyono Dwi Purwanto menyampaikan bahwa pertimbangan Majelis Hakim menolak pengajuan JC tersebut karena Irwan merupakan salah satu pelaku utama pada kasus tersebut.
Selain itu, Majelis Hakim juga mempertimbangkan dari fakta persidangan bahwa Irwan telah mengalirkan dana dalam kasus ini dan seolah-olah akan ada pengungkapan lebih besar.
Pasalnya, kata Mulyono, tidak ada peran yang lebih besar lagi dalam kasus tersebut karena peran tertinggi pengguna anggaran adalah eks Menteri Kominfo, yakni Johnny G Plate yang sudah divonis sebelumnya.
"Jadi, ironis, terdakwa yang mengaku dan ingin menjadi saksi pelaku yang bekerja sama justru akan menutup kasus ini sendiri supaya terdakwa atau orang lain tidak disidik atau dituntut oleh penuntut umum," kata Mulyono di persidangan.
Merespons hal itu, penasihat hukum Irwan, Handika menyesalkan terkait ditolaknya pengajuan Justice Collaborator atau Saksi Pelaku oleh Irwan Hermawan. Pasalnya, hal tersebut bakal merusak sistem JC dalam penegakan hukum pidana di Indonesia.
"Nanti nya tidak akan ada lagi yang mau menjadi JC? Yang pada akhirnya akan berdampak menyulitkan APH lainnya dalam pengungkapan kasus kasus besar," ujar Handika.
Sebagai informasi, menurut Maqdir Ismail selaku pengacara Irwan mengatakan bahwa alasan kliennya mengajukan JC karena ingin membeberkan pengetahuannya soal kasus ini sejujur-jujurnya.
Adapun, Irwan mengaku berkali-kali telah diteror, sehingga Irwan tidak berani untuk mengungkap hal-hal terkait kasus dugaan korupsi ini. Namun, setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Irwan kemudian menegaskan bahwa dirinya harus menerangkan sejujurnya ke penyidik maupun dalam persidangan.