Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Viral Fenomena "Cone of Silence" di Langit Jogja, Apa Itu?

Langit Yogyakarta sempat menjadi trending topik di platform X karena kemunculan fenomena cone of silence, ini penjelasannya.
Tangkapan layar langit Jogja yang mengalami fenomena cone of silence/BMKG
Tangkapan layar langit Jogja yang mengalami fenomena cone of silence/BMKG

Bisnis.com, SOLO - Langit Jogja sempat menjadi trending topik di media sosial X pada beberapa hari yang lalu.

Dalam foto yang beredar, terlihat wilayah Jogja tidak dilintasi oleh awan. Alhasil langit di daerah tersebut pun terlihat seperti bolong.

Foto tersebut diambil dari gambar citra radar dari Stasiun Klimatologi DIY pada Sabtu (4/11/2023).

Menjadi pertanyaan banyak orang, Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto pun memberikan penjelasan.

Menurutnya, fenomena "awan bolong" yang viral di media sosial itu bukan berarti awan hujan mengindari wilayah Jogja.

Namun masalah tersebut lebih berkaitan data citra radar cuaca yang dimiliki oleh stasiun yang bersangkutan karena tidak mengamati secara menyeluruh.

Hal ini, lanjutnya, dinamakan dengan istilah cone of silence atau kerucut keheningan.

"Disebut demikian karena pada area ini sistem radar tidak dapat mengamati secara langsung area yang tepat berada di atasnya (secara vertikal) maupun di dekatnya (secara horizontal)," kata Guswanto.

Fenomena ini pun disebabkan karena bright brand echo (BBE), yang menyebabkan tampilan pada radar tidak sesuai kenyataan di lapangan.

"Bright band echo merupakan warna terang horizontal yang dihasilkan oleh radar disebabkan mencairnya salju sebelum menjadi hujan yang menunjukkan lokasi dari lapisan melting layer," jelasnya.

Kemudian mengutip dari unggahan resmi BMKG di Instagram, @infobmkg, fenomena "Cone of Silence" yang terjadi di langit Jogja disebabkan karena keterbatasan alat.

Radar tidak melakukan pemindaian (scanning) hingga elevasi 90 derajat atau tegak lurus sehingga ada daerah yang tidak bisa diamati.

Scanning radar pada biasanya dilakukan dari elevasi 0,5 hingga 19,5 derajat. Elevasi tersebut hanya mampu mendeteksi awan menengah sampai radius kurang lebih 20 km dari pusat radar.

Dari sini kemudian muncul hasil di bagian dekat radar terlihat 'bolong' alias membentuk lingkaran.

"Dari hasil analisis BMKG, dapat dilihat bahwa pada daerah lingkaran kosong di Yogyakarta terjadi karena radar tidak mengamati sampai tegak lurus ke atas, meskipun terdapat awan menengah yang cukup tebal di atasnya," papar BMKG, Selasa (7/11).

Adapun berdasarkan prakiraan BMKG, musim hujan di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya terjadi berkisar antara November dasarian I (sepuluh hari pertama November) hingga Desember dasarian I. Sementara, puncak musim hujannya merata pada Februari 2024.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper