Bisnis.com, JAKARTA -- Ibarat kotak pandora, satu per satu misteri transaksi keuangan mencurigakan terkait pajak dan bea cukai senilai total Rp349 triliun mulai terungkap.
Ketua Satuan Tugas Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) Mahfud MD mengklaim telah menyerahkan laporan ke penyidik untuk ditangani secara hukum. Total 300 surat PPATK itu menunjukkan adanya transaksi mencurigakan mengenai pajak dan bea cukai.
Teranyar, satu surat PPATK yakni bernomor SR-205/2020 telah naik ke tahap penyidikan di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Surat PPATK itu memuat informasi mengenai transaksi janggal impor emas senilai Rp189 triliun, atau yang terbesar dari total Rp349 triliun.
Penyidikan di Ditjen Bea Cukai telah dimulai lantaran adanya dugaan pelanggaran Undang-undang (UU) Kepabeanan dan UU TPPU.
Awalnya, Satgas TPPU menemukan bahwa transaksi emas dalam periode 2017-2019 yang termuat dalam surat PPATK itu melibatkan tiga entitas terafiliasi grup SB. Perusahaan-perusahaan itu diduga bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri.
Bea Cukai lalu menemukan fakta dugaan pemalsuan data kepabeanan pada transaksi emas itu, sehingga menyebabkan hilangnya pungutan pajak penghasilan atau PPh pasal 22 atas 3,5 ton emas batangan eks impor tersebut.
Modus praktik lancung itu dilakukan dengan mengondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi perhiasan dan seluruhnya telah diekspor. Padahal, berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri sehingga grup SB diduga menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPh Pasal 22.
Tidak hanya melanggar UU Kepabeanan, transaksi janggal impor emas grup SB itu juga diduga melanggar UU Perpajakan. Alhasil, penyidikan juga turut dilakukan oleh penyidik di Ditjen Pajak Kemenkeu.
Otoritas pajak memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam/ore dari PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. atau Antam dan salah satu perusahaan grup SB yakni PT Loco Montrado pada 2017. Perjanjian itu diduga merupakan kedok grup SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar.
Antam & Loco Montrado
Sekadar informasi, kerja sama antara Antam dan Loco Montrado itu ternyata juga menjadi perkara yang ditangani oleh KPK saat ini. Lembaga antirasuah telah menetapkan Direktur Utama Loco Montrado Siman Bahar (SB) dan GM Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia Antam Dody Martimbang sebagai tersangka. Dody saat ini sudah divonis bui 6,5 tahun penjara.
Adapun, penyidik Ditjen Pajak pun kini tengah menelusuri lebih lanjut mengenai nilai transaksi pengiriman anoda logam dan hasil olahan emas antara kedua perusahaan.
Sejalan dengan itu, Ditjen Pajak juga memperoleh data bahwa empat perusahaan grup SB melaporkan SPT secara tidak benar sehingga menimbulkan pajak kurang bayar dan denda yang diperkirakan mencapai miliaran rupiah.
Untuk itu, Ditjen Pajak akan mengusut lebih jauh transaksi janggal grup SB guna menganalisis kebenaran pelaporan pajaknya. PPATK ikut membantu dengan menyerahkan data tambahan transaksi mencurigakan grup SB yang berasal dari puluhan rekening terkait.
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan bahwa penanganan kasus transaksi mencurigakan yang menyeret grup SB itu akan trus berkembang. Kendati tidak memerinci nilai transaksi pada data tambahan dari rekening terafiliasi grup SB itu, Ivan mengonfirmasi bahwa besarannya sampai dengan triliunan rupiah.
"Iya [nilainya sampai triliunan]," katanya saat dimintai konfirmasi oleh Bisnis.
Tidak hanya itu, Ivan mengatakan bahwa lembaganya menemukan pihak-pihak baru maupun modus yang digunakan dalam perputaran uang pada transaksi mencurigakan Rp189 triliun tersebut.
"Kan dalam perkembangannya ketemu pihak-pihak baru dan modus yang kurang lebih berupaya mengelabui penegak hukum," katanya.
Proses Hukum Dimulai
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan bahwa penyidik di Ditjen Bea Cukai telah memulai tahapan proses penyidikan, terkait dengan dugaan pelanggaran UU Kepabeanan-nya. Penyidik saat ini telah mulai memanggil dan memeriksa para saksi.
"Bahwa terkait kasus tersebut, sudah pada tahap penyidikan. Saat ini porsesnya sedang memanggil dan memeriksa saksi-saksi," katanya kepada Bisnis, Jumat (3/11/2023).
Sementara itu, Ditjen Pajak saat ini disebut masih memeriksa bukti permulaan guna mendalami modus, menghitung potensi kerugian negara dalam kasus dugaan pidana perpajakan tersebut, serta mendorong penyelesaian sesuai dengan UU. Penyelesaian sesuai UU Perpajakan yang dimaksud yakni merujuk pada azas ultimum remedium.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo lalu menjelaskan bahwa penanganan oleh Ditjen Bea Cukai dan Pajak akan berbeda. Perbedaan itu terletak pada azas ultimum remedium yang tidak ada di peraturan perundang-undangan terkait dengan kepabeanan, namun ada di perpajakan.
Artinya, penyidik di Ditjen Pajak akan mengedepankan penyelesaian administratif dibandingkan dengan hukum, apabila pihak-pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut memilih untuk mengambil jalan di luar pidana.
"UU Perpajakan mengenal ultimum remedium, yaitu pemberian prioritas kepada wajib pajak untuk membayar sejumlah pajak yang kurang dibayar dan sanksi administratif, karena UU Pajak paradigmanya mengutamakan pemulihan kerugian pada pendapatan negara," jelas Yustinus kepada Bisnis.
Penanganan Lama
Menko Polhukam Mahfud MD menyampaikan bahwa penanganan transaksi janggal Rp349 triliun itu akan terus berlanjut. Dia mengatakan penindakannya akan dilakukan secara terpisah karena melibatkan 300 buah surat dari PPATK dari periode 2009-2023.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) mengatakan bahwa dari 300 laporan PPATK itu, banyak yang sudah masuk ke tahap penindakan secara hukum maupun kepegawaian apabila ada pada instansi pemerintahan kementerian maupun lembaga.
Mahfud mengakui bahwa penegakan hukum pada transaksi mencurigakan itu dilakukan dalam waktu yang lama. Dia menilai penegakan hukum jangan sampai menindak orang yang salah.
"Mengapa lama? Penegakan hukum memang lama karena harus hati-hati karena orang tak bersalah jangan sampai jadi korban," tuturnya pada saat mengumumkan penyidikan kasus transaksi mencurigakan Rp189 triliun, di Kantor Kemenko Polhukam, Rabu (1/11/2023).