Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Padjadjaran (BEM KEMA UNPAD) Mohamad Haikal Febrian Syah menekankan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) merupakan bentuk kemunduran reformasi di Tanah Air.
“Pada 1998 reformasi telah tercederai oleh kelurga Cendana. Hari ini kita menemukan fenomena yang sama lahirnya oligarki baru yaitu Mahkamah Keluarga Joko Widodo,” katanya saat ditemui Bisnis di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (16/10/2023).
Menurutnya, putusan mahkamah konstitusi terhadap perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai Kepala Daerah baik di Tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota menunjukkan adanya dorongan yang diinisiasi oleh relasi keluarga dan politik dinasti.
Alhasil, keputusan tersebut dinilainya dapat memberikan karpet merah kepada Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) di pemilihan umum (pemilu) 2024.
Oleh sebab itu, Haikal bersama dengan sejumlah Ketua BEM yang melancarkan aksi demonstrasi di gedung Mahkamah Konstitusi pun melayangkan sejumlah rekomendasi kebijakan kepada lembaga yudikatif tersebut.
Pertama, Haikal mengatakan seluruh organisasi yang tergabung di dalam BEM Seluruh Indonesia mendorong agar hakim Mahkamah Konstitusi perlu tunduk dan mengikuti kode etik yang ada untuk mewujudkan hak independensi dan imparsial.
Kedua, Majelis MK, kata Haikal, diharuskan agar dapat bertindak tegas dalam menegakkan kode etik dan hukuman bagi setiap pelanggaran yang tejadi.
Ketiga, BEM SI mendorong agar dengan serta Hakim MK perlu mempertimbangkan dengan hati-hati untuk tidak memutuskan perkara yang tekait dengan isu open legal policy atau kebijakan hukum terbuka.
Sekadar informasi, open legal policy adalah ketika ada dua kondisi yaitu UUD 1945 memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut, tetapi tidak memberikan batasan pengaturan materinya atau ketika UUD 1945 tidak memberikan mandat kepada pembentuk undang-undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut.
Untuk diketahui, MK memutuskan bahwa Pasal 169 huruf q UU No. 7/2017 yang meminta minimal usia capres-cawapres diturunkan, dari yang awalnya 40 tahun menjadi 35 tahun inkonstitusional bersyarat.
Kendati demikian, MK memberikan klausul pengecualian sepanjang capres atau cawapres telah menjabat sebagai penyelenggara negara. Artinya, warga negara yang berada di bawah 40 tahun bisa maju sebagai capres dan cawapres selama memiliki pengalaman sebagai kepala daerah atau penyelenggara negara.