Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL mengaku lelah setelah menjalani proses pemeriksaan selama hampir dua malam di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemeriksaan SYL diketahui berlangsung sejak dini hari, Kamis (12/10/2023), usai penangkapannya di sebuah apartemen di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, sampai dengan malam ini, Jumat (13/10/2023). Hasilnya, SYL kini resmi ditahan selama 20 hari pertama mulai malam ini sampai dengan 1 November 2023.
Politisi Partai Nasdem itu lalu menyatakan bakal mengikuti seluruh proses hukum yang ada dan mengedepankan hak-haknya untuk berproses hingga di pengadilan.
"Penanganan KPK sangat profesional dan cukup baik menurut saya walaupun dua malam ini saya betul-betul mendapatkan sebuah proses yang cukup panjang dan melelahkan," katanya usai konferensi pers penahanannya malam ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/10/2023).
Mantan Menteri Kabinet Indonesia Maju itu mengatakan siap untuk menjalani proses hukum. Dia berharap agar tidak dihakimi terlebih dahulu.
"Biarkan saya juga memiliki hak untuk membuktikan apa yang ada dan saya miliki. Seperti itu teman-teman, mohon aku diberi kesempatan untuk itu," ujarnya.
Berdasarkan konstruksi perkaranya, SYL diduga bersama dua anak buahnya melakukan pemerasan dalam jabatan dan gratifikasi di lingkungan kementerian tersebut, sekaligus pencucian uang.
Khusus pemerasan dan gratifikasi, KPK turut menetapkan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta serta Sekjen Kementan Kasdi Subagyono sebagai tersangka.
SYL diduga memerintahkan kedua anak buahnya itu untuk melakukan pungutan atau memberlakukan setoran dari ASN internal Kementan. Penarikan uang itu diduga berasal dari unit eselon I dan eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
Lembaga antirasuah menduga kurun waktu kebijakan SYL untuk memungut hingga menerima setoran tersebut berlangsung dari periode 2020 sampai dengan 2023. Apabila tidak memberikan setoran uang itu, para ASN tersebut diduga diancam untuk dimutasi ke unit kerja lain hingga difungsionalkan status jabatannya.
Secara terperinci, SYL, Kasdi, dan Hatta diduga menarik kisaran US$4.000 sampai dengan US$10.000 per bulannya dari eselon I, Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I. Penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta itu menggunakan pecahan mata uang asing.
Sumber uang yang ditarik dari pejabat Kementan itu berasal dari realisasi anggaran Kementan yang sudah di-mark up termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek kementerian tersebut.
Uang hasil pemerasan itu diduga untuk membayar cicilan kartu kredit, cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL, perbaikan rumah pribadi, tiket pesawat bagi keluarga, hingga pengobatan dan perawatan wajah bagi keluarga yang nilainya miliaran rupiah. Uang itu di antaranya juga diduga untuk membiayai perjalanan ibadah umrah bagi beberapa pejabat di Kementan.
Sejauh ini, KPK menduga uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan Kasdi dan Hatta sejumlah sekitar Rp13,9 Miliar. Penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan Tim Penyidik.
Dalam salah satu konstruksi perkaranya, KPK menduga sejauh ini bahwa ada aliran uang sebagaimana perintah SYL untuk kepentingan Partai Nasdem. Seperti diketahui, SYL merupakan kader dari partai tersebut.
"Selain itu sejauh ini ditemukan juga aliran penggunaan uang sebagaimana perintah SYL yang ditujukan untuk kepentingan Partai Nasdem dengan nilai miliaran rupiah dan KPK akan terus mendalami," terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Jumat (13/10/2023).