Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DLH DKI Klaim Sensor Kualitas Udara Swasta Hoaks, Ternyata Punya Sertifikasi MCERTS

DLH DKI Jakarta mengklaim sensor kualitas udara dari swasta hoaks. Pendiri Nafas Indonesia membantahnya.
Pengendara motor melintas dibawah video elektronik (videotron) indeks kualitas udara di jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (28/8/2023). Pemerintah Kota Bogor menyiarkan secara terkini indeks kualitas udara di Kota Bogor melalui videotron di berbagai titik pusat kota sehingga masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap polusi udara setiap harinya. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.
Pengendara motor melintas dibawah video elektronik (videotron) indeks kualitas udara di jalan Pajajaran, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (28/8/2023). Pemerintah Kota Bogor menyiarkan secara terkini indeks kualitas udara di Kota Bogor melalui videotron di berbagai titik pusat kota sehingga masyarakat dapat meningkatkan kewaspadaan terhadap polusi udara setiap harinya. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/hp.

Bisnis.com, JAKARTA - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengklaim sensor kualitas udara dari pihak swasta selama ini hoaks, karena tidak berizin. 

Co-founder Nafas Indonesia yang merupakan aplikasi kualitas udara, Piotr Jakubowski angkat suara perihal hal tersebut. 

"Untuk yang bertanya-tanya tentang akurasi data dari sensor yang dipakai oleh @nafasidn, aku infokan beberapa hal," katanya di Twitter, Jumat (22/9/2023). 

Dia menekankan bahwa sensor yang dipakai bukan buatan tanpa izin, sudah bekerja sama dengan Airly, salah satu perusahaan yang spesialisasinya dalam monitoring kualitas udara. 

Selain itu, pihaknya sudah bekerja sama dengan ratusan pemerintah daerah, kota, dan bahkan digunakan di 40 negara. 

"Mereka sudah membuat ribuan sensor kualitas udara dengan standar dan proses tertinggi. Sensornya dipakai pemerintah dari Inggris, Prancis, Jerman, Yunani, Polandia dan banyak negara yang lain," ujarnya. 

Dia menjelaskan bahwa sensor Airly sudah terkalibrasi sebelum dikirim ke Indonesia, dan sudah mendapat banyak sertifikasi termasuk MCERTS dari Inggris. MCERTS adalah sertifikasi tertinggi di dunia untuk alat-alat tersebut. 

"Nafas selama satu tahun sudah menjalankan colocation dengan AQMS yang ada di Duta Besar Amerika Serikat untuk kalibrasi data. Kenapa di Duta Besar AS? Ya, karena hanya ada option itu," ucapnya. 

Lebih lanjut, dia menyatakan sudah berkali-kali mengikuti workshop, seminar dan event lain tentang pemantauan kualitas udara dan sudah berkali-kali menginfokan opini tentang hal tersebut. 

"Kami menginginkan adanya standar untuk pemantauan kualitas udara dengan sensor low cost yang mengikuti best practice (termasuk kalibrasi dan colocation) dari negara yang sudah membuktikan bahwa strategi ini adalah sesuatu yang penting untuk perkembangan knowledge tentang polusi, seperti Amerika Serikat atau Uni Eropa," tambahnya. 

Kemudian, dia menjelaskan bahwa di AS ada lebih dari 10.000 sensor tersebut yang dipasang, dan di Uni Eropa ada ribuan. Hanya dengan adanya data, baru bisa mengatasi masalah polusi udara di Indonesia. 

"Kami berharap Nafas menjadi salah satu dari banyak organisasi yang memungkinkan penurunan polusi di negara ini," ujarnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Erta Darwati
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper