Bisnis.com, JAKARTA -- Mantan Direktur PT Pertamina (Persero) Karen Agustiawan membantah pengadaan pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) merugikan keuangan negara Rp2,1 triliun.
Karen saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina periode 2011-2021. Pengadaan gas alam cair itu diduga merugikan keuangan negara hingga US$140 juta atau Rp2,1 triliun.
Karen menyatakan bahwa kerja sama pengadaan LNG dengan perusahaan berbasis di Amerika Serikat (AS) Corpus Christi Liquefaction, LLC atau CCL merupakan aksi korporasi Pertamina yang berlandaskan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Kebijakan Energi Nasional dan dua Instruksi Presiden (Inpres) tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional.
Dia membantah kerja sama pengadaan LNG dengan CCL yang diteken 2013 silam itu menyebabkan perseroan rugi. Menurut klaimnya, kebijakan tersebut saat itu bahkan menguntungkan Pertamina dan negara hingga Rp1,6 triliun.
"Kalau dibilang marak ada kerugian, kerugian itu diakibatkan masa pandemi di 2020 dan 2021. Akan tetapi sebetulnya pandemi atau tidak, Pertamina itu seharusnya untung," ucapnya sebelum dibawa ke rumah tahanan (rutan) KPK, Selasa (19/9/2023).
Karena juga menyebut kontrak pengadaan LNG dengan CCL pada 2013 dan 2014 itu sudah dianulir pada perjanjian di 2015. Dia lalu menyampaikan bahwa data perdagangan LNG tersebut terbuka lantaran terdaftar di Komisi Sekuritas dan Bursa AS atau US Securities and Exchange Commission.
Baca Juga
Dirut Pertamina peridoe 2009-2014 itu menilai Pertamina seharusnya tidak perlu merugi akibat pengadaan LNG apabila menjalankan kontrak tender dengan CCL. Menurutnya, hasil pengadaan LNG dengan CCL sudah menguntungkan negara dan perseroan, namun tidak dilaksanakan lagi.
Oleh sebab itu, Karen menilai bahwa kerugian pengadaan gas alam cair tersebut justru terjadi pada 2018-2021 ketika dia sudah tidak lagi menjabat sebagai Dirut.
"Jadi silakan masuk website tersebut. Saya juga sampaikan bahwa ini semua sudah dilakukan sebaik mungkin dan Pertamina pun tidak perlu rugi kalau memang menjalankan tender yang hasilnya di bulan Oktober 2018," terangnya.
Adapun KPK menduga adanya kerugian keuangan negara sebesar US$140 juta atau setara RP2,1 triliun yang disebabkan oleh kasus dugaan korupsi pengadaan LNG di Pertamina selama 2011-2021.
Atas kasus tersebut, KPK menetapkan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) 2009-2014 Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan sebagai tersangka dalam kasus tersebut.
KPK menduga saat pengambilan kebijakan dan keputusan pengadaan LNG dengan CCL, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan tanpa kajian hingga analisis menyeluruh. Karen juga diduga tidak melaporkan kebijakan itu kepada Dewan Komisaris Pertamina.
"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham [RUPS] dalam hal ini Pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari Pemerintah saat itu," terang Ketua KPK Firli Bahuri pada konferensi pers.
Kemudian, KPK memaparkan bahwa dalam perjalanannya seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL tidak terserap di pasar domestik. Konsekuensinya, kargo LNG itu menjadi oversupply dan tidak pernah masuk wilayah Indonesia.
Alhasil, kondisi kelebihan pasok tersebut berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh Pertamina.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar US$140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," ujar Firli.
Karen disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 Undang-undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) KUHP.