Bisnis.com, JAKARTA - Media asing ramai-ramai menyoroti bencana kebakaran hutan yang baru-baru ini melanda Indonesia.
Media Singapura Strait Times, memberitakan bencana kebakaran hutan di Indonesia di Provinsi Sumatera dan Kalimantan pada Agustus lalu.
Juru Bicara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Abdul Muhari mengatakan pihak berwenang Indonesia mengerahkan patroli darat, pengeboman air, dan penyemaian awan untuk membendung kebakaran di hutan dengan lahan gambut yang luas.
Terdapat 6 provinsi yang rawan kebakaran hutan dan terkena dampak parah kabut asap adalah Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan di Sumatera, serta Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan di Kalimantan, Kalimantan bagian Indonesia .
Provinsi-provinsi tersebut juga mengalami kebakaran besar pada 2015 dan 2019 karena musim kemarau yang berkepanjangan, yang menyebarkan kabut asap ke negara-negara tetangga termasuk Singapura dan Malaysia, sehingga mempengaruhi kualitas udara di provinsi-provinsi tersebut.
Badan Lingkungan Hidup Nasional Singapura memperingatkan bahwa cuaca kering di Sumatera pada pekan ini dapat mengakibatkan kondisi berkabut di negaranya, dan pihaknya kini sedang memantau situasi dengan cermat.
Baca Juga
Lahan gambut sangat mudah terbakar, dan apinya lebih sulit dipadamkan karena terus menyala di bawah tanah selama beberapa pekan, terutama di daerah yang dalam, sehingga menghasilkan kabut asap yang tebal dan menyesakkan.
“Kami sudah tahu ada potensi (kebakaran besar-besaran) di enam provinsi prioritas. Apa yang harus kita lakukan adalah mencegah hal serupa terjadi lagi," kata Abdul.
BNPB juga memberikan perhatian lebih terhadap provinsi Aceh, Sumatera Barat, dan Kalimantan Timur, terjadi peningkatan signifikan titik api dan kebakaran dalam 2 bulan terakhir.
Kebakaran juga terjadi di sebagian Pulau Jawa, termasuk di hutan dan lahan di sekitar dua gunung di Jawa Timur, sementara Ibu Kota Jakarta diselimuti kabut asap akibat polusi udara dari kendaraan dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Sementara itu, Reuters memberitakan Indonesia bersiap menghadapi kebakaran hutan dan hilangnya panen akibat musim kemarau yang parah.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan Indonesia diprediksi akan terjadi musim kemarau yang parah akibat dampak pola cuaca El Nino, yang mengancam panen dan meningkatkan risiko kebakaran hutan.
“Melihat data yang kami miliki, El Nino dimulai pada bulan Juni dan akan mempengaruhi hampir seluruh Indonesia dan memburuk hingga bulan September,” katanya.
El Nino akan menyebabkan kekeringan parah di pulau-pulau utama di Indonesia, dengan beberapa kemungkinan tidak akan turun hujan atau hanya 30 persen dari curah hujan biasanya.
“Hal ini akan menurunkan ketersediaan air tanah yang berdampak pada pertanian dan irigasi, gagal panen, serta kebakaran hutan,” lanjutnya.
Dia mengimbau para pemangku kepentingan bersiap memitigasi risiko tersebut, termasuk dengan penggunaan teknologi modifikasi cuaca.
Menurut Bank Dunia, Indonesia mengalami kebakaran hutan dahsyat pada 2019 yang menyelimuti negara dan wilayah dengan kabut asap dan menyebabkan kerugian ekonomi sekitar US$5,2 miliar di 8 provinsi yang terkena dampak.
Para analis mengatakan tanda-tanda awal cuaca panas dan kering yang disebabkan oleh El Nino mengancam produsen makanan di seluruh Asia dengan produksi minyak sawit dan beras kemungkinan besar akan terganggu di Indonesia dan Malaysia yang memasok 80 persen minyak sawit dunia.