Bisnis.com, JAKARTA - Masalah polusi yang masih belum ada ujungnya ini membuat Pemerintah khususnya di Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk kembali menerapkan belajar dan bekerja dari rumah.
Menurut catatan Bisnis, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menerapkan kebijakan bekerja dari rumah (work from home/WFH) kapasitas 50 persen bagi aparatur sipil negara (ASN) mulai 28 Agustus hingga 7 September.
Selain WFH, Pemprov DKI juga menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi siswa yang bersekolah di Ibu Kota, yakni sebesar 50 persen PJJ dan 50 persennya lagi mengikuti pembelajaran luring di sekolah.
Menanggapi hal ini dokter spesialis anak dan anggota Ikaatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dr. Darmawan Budi Setianto Sp. A(K) mengatakan bahwa masalah polusi bukan masalah yang baru saja terjadi. Tidak seperti pandemi yang merupakan masalah kesehatan darurat.
"Kita baru saja mengalami situasi yang harus mengalami WFH, yaitu situasi pandemi, ini adalah situasi darurat bukan hanya soal urgensi, sehingga benar-benar selama waktu yang cukup panjang kemarin harus kerja dan belajar dari rumah," katanya dalam Media Briefing, Jumat (18/8/2023).
Mengenai masalah polusi udara, jika melihat dalam catatan indeks kualitas udara (Air Quality Index/AQI) harus dipastikan grafiknya memang terjadi peningkatan tajam sebelum memutuskan bahwa harus segera dilakukan WFH atau PJJ.
Baca Juga
"Misalnya AQI di Jakarta tadi kan sekitar 150-an, apakah dulu di bawah 100 sehingga urgen untuk WFH dan PJJ, tapi kalau dilihat ke belakang memang AQInya segitu-gitu aja ya berarti tidak ada situasi yang baru sehingga tiba-tiba harus WFH," jelasnya.
Menurutnya, masalah polusi yang kembali jadi perbincangan masyarakat ini menjadi alarm bahwa ada sistem yang harus diperbaiki baik oleh pemerintah dan juga seluruh masyarakat, tidak dengan semudah memilih jalan pintas untuk WFH.
Lebih lanjut dokter Darmawan mengatakan WFH hanya bisa dilakukan dan menjadi solusi jangka pendek. Masalahnya, tidak bisa dilakukan lama-lama. Yang lebih penting adalah pembenahan transportasi publik, transportasi terpadu yang memberikan kenyamanan.
"Sekarang transportasi publik banyak yang belum nyaman dan masih sulit diakses, belum tercipta sistem transportasi yang mendukung sehingga mau tidak mau orang masih harus pakai kendaraan pribadi. Rasanya kita tidak perlu terlalu terburu-buru WFH. Beda dengan pandemi karena suasananya mau tidak mau," katanya.
Peningkatan Kasus Batuk dan Pilek pada Anak
Terkait dengan rekomendasi PJJ dari IDAI, dokter Darmawan mengatakan masih dalam proses penggodokan, bahwa terjadinya kebijakan belajar di rumah belajar dari kejadian pandemi yang sangat mengancam dari segala aspek.
Sementara untuk terkait polusi ini bukan masalah baru. Jika terasa adanya peningkatan kasus batu pilek, menurutnya fluktuasi terus terjadi, naik dan turun. Hal ini harus dilihat lebihi lanjut apakah benar-benar hanya karena masalah polusi atau bukan.
Dokter Darmawan mengungkap bahwa peningkatan kasus flu dan batuk sejak pandemi mereda dan anak-anak mulai masuk sekolah sudah ada, bahkan sebelum ada masalah polusi.
Anak-anak yang awalnya masuk sekolah pakai masker kemudian pandemi mereda sampai akhirnya lepas masker sudah cukup menimbulkan peningkatan kasus batuk pilek.
"Karena ketika ada satu anak kena kemudian masuk sekolah ini cepat sekali menyebar di antara teman-teman sekolahnya. Kemudian, anak yang bersekolah tertular dan menularkan anggota di rumah, terutama adik-adiknya yang lebih muda, dan lebih rentan," paparnya.
Dia menegaskan bahwa terlalu dini mengambil keputusan bahwa peningkatan kasus batuk dan pilek pada anak hanya karena polusi udara, dan urgensi PJJ maupun WFH tak perlu buru-buru karena kondisinya berbeda dengan saat pandemi.