Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) protes terhadap sejumlah lembaga elektabilitas hingga buzzer media sosial yang telah menggiring opini publik untuk memilih salah satu kandidat pasangan capres-cawapres Pemilu 2024.
Ketua DPD AA Lanyalla Mahmud Mattalitti menilai bahwa lembaga survei dan buzzer media sosial selama ini telah membuat demokrasi Indonesia makin mahal dan membuat masyarakat saat ini mengalami kebingungan untuk menetapkan sikap dalam Pemilu 2024.
Menurutnya, lembaga survei belakangan ini kerap menggiring opini publik melalui angka yang telah dibuat, sementara para buzzer media sosial juga seringkali saling hujat dan melakukan puja-puji ke pihak yang mengorder buzzer.
Baca Juga
"Begitu pula dengan elektabilitas yang bisa digiring melalui angka-angka. Lalu disebarluaskan oleh para buzzer di media sosial dengan narasi saling hujat atau puja-puji buta. Akhirnya rakyat pemilih disodorkan oleh realitas yang dibentuk sedemikian rupa," tuturnya pada Sidang Tahunan MPR RI dan Pidato Presiden RI di Kompleks DPR RI, Rabu (16/8/2023).
Padahal, menurut LaNyalla, Indonesia memiliki pekerjaan rumah yang lebih besar, penting dan mendesak daripada disibukkan dengan masalah politik dan biaya demokrasi yang mahal seperti negara barat.
"Indonesia seharusnya menyiapkan diri untuk menyongsong Indonesia Emas dalam hadapi ledakan demokrasi penduduk usia produktif," kata LaNyalla.